Popular Post

Posted by : Unknown Jumat, 26 Juli 2013


"Ketawadhu'an Seorang Muslim"
oleh: sutihat rahayu suadhi


Pengertian Tawadhu’ adalah rendah hati,  tidak sombong. Pengertian yang lebih dalam adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang lainnya.  Orang yang tawadhu’  adalah orang  menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT.  Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.
Abu Daud At-Thayalisi meriwayatkan, dari Shalt bin Dinar Ab Syu’aib dari Uqbah bin Shahban al-hanna’i. Dia berkata:
سألت عائشة ، رضي الله عنها ، عن قول الله : ( ثم أورثنا الكتاب الذين اصطفينا من عبادنا فمنهم ظالم لنفسه ) الآية ، فقالت لي : يا بني ، هؤلاء في الجنة ، أما السابق بالخيرات فمن مضى على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ، شهد له رسول الله صلى الله عليه وسلم بالحياة والرزق ، وأما المقتصد فمن اتبع أثره من أصحابه حتى لحق به ، وأما الظالم لنفسه فمثلي ومثلكم . قال : فجعلت نفسها معنا .
Aku pernah bertanya tafsiran ayat: “kemudian wariskan alkitab pada orang-orang yang kami pilih dari hamba-hamba kami, di antara mereka ada yg menzalimi dirinya, dan di antara mereka ada yg pertengahan dan di antara mereka ada orang-orang yg berlomba-lomba dalam kebaikan”,
Berkata Alhasan Bashri:  ”tahukah kamu apa itu tawadhu? tawadhu adalah tatkala engkau keluar dari rumahmu dan tidaklah engkau menjumpai seorang muslim pun kecuali engkau menganggap dia lebih utama darimu”.
Ditanyakan pada Fudhail bin Iyadh tentang makna tawadhu, maka dia menjawab: tawadhu adalah ketika dirimu tunduk pada kebenaran walapun kau mendapatkannya dari anak kecil, ataupun kau mendengarnya dari orang yang paling jahil”.


Keutamaan Sifat Tawadhu’
Allah Ta’ala berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83)

Allah Ta’ala berfirman:
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, dari kalangan orang-orang yang beriman.” (QS. Asy-Syu’ara`: 215)
Dari Iyadh bin Himar radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Dan Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku zhalim pada yang lain.” (HR. Muslim no. 2865)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Dari Al-Aswad rahimahullah dia berkata: Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berada di rumah. Maka ‘Aisyah menjawab,

كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

“Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 6939)
Ibnu Taimiyah, seorang ahli dalam madzhab Hambali menerangkan dalam kitabnya, Madarijus Salikin bahwa tawadhu ialah menunaikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh, taat menghambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar hamba Allah, (bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu dan bukan karena pengaruh siapa pun) dan tanpa menganggap dirinya tinggi.
Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-tengah orang fakir.” Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu’.
قال عبد الله بن المبارك: "رأسُ التواضعِ أن تضَع نفسَك عند من هو دونك في نعمةِ الله حتى تعلِمَه أن ليس لك بدنياك عليه فضل [أخرجه البيهقي في الشعب (6/298)].
‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 298)
Dari Firman tuhan dan hadist-hadist diatas, tawadhu adalah sifat yang sangat disukai Allah SWT. Bahwasanya kita hanya seorang hamba yang harus meletakan diri kita sesuai dengan letak yang diajarkan rosulullah SAW. Ketawadhuan seseorang dilihat dari bagaimana dia bersikap dan memandang orang lain dengan kerendahan hatinya, bahwasannya dia tidak lebih baik dari orang-orang itu. Tawadhu adalah salah satu jalan menuju kemuliaan, salah satu cara kita mencintai ALLAH dengan segenap kerendahan kita, dengan segenap keterbatasan yang kita miliki sebagai seorang hamba. Tentu setiap orang tidak memiliki sifat yang mulia ini, hanya hamba-hamba yang menyadari hakekatnya, hanya hamba-hamba yang begitu mencintai penciptanya. Tolak ukurnya ada dalam diri kita, hati kita.  Berfikirlah dari apa kita diciptakan, Jika seorang muslim bisa mengukur diri, dan menyadari siapa dirinya, dia akan menilai bahwa dirinya adalah insan yang rendah dan hina. 
MUTIARA SALAF SEPUTAR TAWADHU’
  • Sahabat mulia Abu Bakr as-Shiddiq رضي الله عنه berkata: “Kami mendapati kemuliaan dalam ketakwaan, kecukupan dalam keyakinan dan kehormatan dalam tawadhu’.” [22]
  • Ummul Mukminin Aisyah رضي الله عنها berkata: “Kalian telah melupakan ibadah yang paling afdhol yaitu tawadhu’.” [23]
  • Fudhail bin Iyadh رحمه الله pernah ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Tawadhu’ adalah engkau tunduk terhadap kebenaran, mengamalkan dan menerimanya dari orang yang mengucapkannya. Sekalipun mendengarnya dari seorang anak kecil maka ia akan menerimanya atau walaupun mendengarnya dari manusia yang paling bodoh maka ia akan tetap menerimanya.” [24]
  • ‘Urwah bin Wardi رحمه الله berkata: “Tawadhu’ adalah salah satu tujuan kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang hasad kecuali tawadhu’.” [25]
  • Ibrohim bin Adham رحمه الله berkata: “Tidak pantas bagi seseorang untuk merendahkan dirinya di bawah kedudukannya. Dan janganlah dia mengangkat dirinya di atas kedudukannya”.[26]


Lelaki Dalam Ketawadhu’annya

Saya tidak pernah menyangka dalam perjalanan hidup saya selama ini, Allah SWT mempertemukan saya dengan seorang lelaki yang begitu sederhana. Awal pertemuan saya dengan lelaki yang saya panggil kakak itu melalui seorang sahabat. Dia rekan saya dikantor, saat itu dia berkunjung kekantor entah ada urusan atau sekedar menemani sahabatnya. Awal pertama kali saya melihat lelaki itu, kesan yang timbul dalam benak saya adalah lelaki yang sangat sederhana. Dia berjalan anggun, tertunduk dengan senyum khasnya padahal kami belum pernah mengenal sebelumnya. Hari itu saya hanya melihatnya sepintas, tidak terfikir apapun tentang lelaki itu.

Pertemuan kedua, sore itu saya lembur kebetulan, rekan saya membawa lelaki itu kekantor, katanya untuk nonton bareng pertandingan bola, entahlah saya juga tidak terlalu peduli. Sampai akhirnya ada ruang untuk saya bisa mengenal lelaki itu. Saya ingin bertanya tentang sesuatu. awalnya saya bertanya pada rekan saya tapi dia tidak tahu jawaban atas pertanyaan yang saya lontarkan. Lalu saya meminta nomor handphone lelaki sederhana itu dan diberikan oleh rekan saya. Sejak saat itu saya mulai mengenal sosok lelaki sederhana yang selalu saya panggil kakak. Dia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya tentu dengan kerendahannya. Lelaki yang sangat menarik, entahlah saya merasa lelaki itu berbeda dengan ikhwan-ikhwan yang pernah saya kenal. Mereka yang hanya mengumbar apa yang mereka miliki dengan segala kesombongan yang diletakkan diatas dada mereka. Itu sama sekali tidak membuat saya tertarik barangkali sebaliknya membuat saya membuat saya geli dengan bualan mereka. Tapi lelaki yang satu ini benar-benar membuat saya merasa menjadi orang yang kerdil, begitu kecil. Allah menghadiahkan saya pertemuan yang indah.  Semakin mengenalnya saya semakin mengaguminya. Lelaki itu cerdas, lembut, dan penuh dengan kesyukuran.

Lelaki itu mengajari saya banyak hal tentang kehidupan, tentang bagaimana kedudukan kita dimata tuhan dan sesama. Hal-hal sederhana yang diajarkannya mampu menyentuh hati saya. Selama ini saya terlalu egois, terkadang lupa hakikat saya sebagai seorang hamba. Saya mulai menerapkan setiap perkataannya, nasihat-nasihatnya yang anggun dan mulai membenahi segala yang salah dalam pemikiran saya selama ini. Semakin saya mengenalnya saya merasa kehidupan saya jauh lebih baik. Jauh lebih mengenal tuhan. Lelaki itu bercerita sedikit, tentang kerinduannya pada sosok ayah yang begitu ia kasihi. Beliau meninggal setahun lalu karna sakit. Lelaki itu member saya nasihat sederhana

“waktu itu tidak akan kembali ketempat semula, kamu tahu setiap yang Allah berikan kepada kita adalah berharga. Setiap kali saya ingat ayah, ada kesedihan yang menaungi hati saya. Tentang ayah yang ternyata harus kembali lebih cepat ke sisinya. Ternyata hal-hal sederhana itu tidak bisa kita berikan ketika beliau sudah tidak ada. Saya mau kamu ingat, kamu harus sering berbicara pada ayah dan ibumu sekalipun kamu sibuk. Karna mungkin kamu tidak akan memiliki waktu yang sama seperti hari ini…” ucapnya

Saya mengangguk takjim seraya mendengarkannya. Betapapun saya tahu lelaki itu orang yang sangat baik. Selama saya mengenalnya, saya belum pernah melihat kesombongan didalam dirinya. Berjalannya waktu saya mulai tahu dari sudut pandang orang-orang yang mengenalnya, bahwasannya saya tidak salah lelaki itu begitu tawadhu’. Saya hanya gadis kecil yang memiliki keterbatasan, dan hamba allah yang kerdil. Tapi lelaki itu selalu merendahkan dirinya, membesarkan hati saya. Kalau ada istilah “Semakin padi berisi, maka semakin ia merunduk” mungkin pantas diberikan untuknya. Lelaki itu hanya seorang sahabat yang sangat saya hormati sebagai seorang kakak. Sebagai seorang yang mempunyai kontribusi dalam perbaikan diri saya, sekalipun dia tidak tahu bahwasannya apa yang sudah dia berikan akan selalu saya tanamkan dalam hati saya.

Saya sering sekali mengucapkan terimakasih pada lelaki itu. Seraya berdoa semoga ALLAH menempatkannya dalam golongan mukhlisin. Dan mendengar setiap doa-doa yang dirapalkannya. Mendengar setiap lantuan ayat suci yang dibacakannya begitu merdu. Kehidupan sederhana, jiwa yang sederhana, dan hati yang tulus akan membawa seseorang ke pintu syurga. Dalam kerendahan hatinya lelaki itu berjalan menyusuri tapak pendahulunya, bershalawat, bertakbir, dan senantiasa menyebut asma allah yang didekat didalam hatinya.

Lelaki sederhana itu, aku sudah tidak pernah bertemu dengannya, terakhir bertemu sekitar sebulan yang lalu setelah beberapa bulan tidak pernah melihatnya. Dia sudah menyelesaikan S1 nya, dan yang saya dengar dia kembali belajar di pondok pesantren di lingkungan tempat tinggalnya. Saya senantiasa berdoa untuknya, dimanapun dia dan apapun yang dia kerjakan saya harap dia masih sama seperti setahun lalu saya mengenalnya. Masih dalam kesederhanaan dan kerendahan hatinya. Dan semoga ia selalu dalam jalan kebaikan yang diridhoi Allah. Dan saya harap suatu saat bisa bertemu kembali dengan lelaki itu, belajar banyak hal dari nya dengan segenap kerendahan hati yang juga tertanam dalam diri saya. Amin allahumma amin.
  • untuk lelaki sederhana , yang kukenal dalam ketawadhuannya. Aku belajar banyak hal darinya tentang diriku, tentang kesombongan yang ada dalam hati manusia. semoga setiap sikap kita didasarkan pada kerendahan hati karna ALLAH SWT. 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Iha Al-banna Manhaj - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -