BAB
II
PEMBAHASAN
Membangun
Karakter Mahasiswa menjadi Manusia Enteurpreneurship
II.1
Pengenalan Organisasi
Sebuah
organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti
penyatuan visi dan misi serta
tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut
terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik
adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya,
karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam
masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.
Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang
terus menerus.[1] Rasa
keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi
sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan
mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi
berpartisipasi secara relatif teratur.
Organisasi
mahasiswa adalah organisasi yang beranggotakan mahasiswa
sebagai wadah kegiatan dan atau ekstra kurikuler. Organisasi ini dapat berupa organisasi kemahasiswaan intra kampus, organisasi kemahasiswaan
antar kampus, organisasi ekstra
kampus maupun semacam ikatan mahasiswa
kedaerahan yang pada
umumnya beranggotakan lintas atau antar kampus. Salah satu bentuk organisasi
mahasiswa adalah Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis (IOMS) baik di tingkat
perguruan tinggi, antar perguruan tinggi maupun tingkat nasional sebagai wadah
kerja sama dan berjejaring untuk mengembangkan potensi serta partisipasi aktif
terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan kemajuan Indonesia sesuai disiplin
ilmunya. Bentuk berikutnya adalah Unit Kegiatan Mahasiswa yang biasanya
disingkat UKM yaitu organisasi mahasiswa yang dibentuk berdasarkan kesamaan
minat, baik di bidang olahraga, seni atau lainnya serta Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) yang bentuk dan atau strukturnya berbeda di setiap perguruan
tinggi. Beberapa IOMS tingkat nasional memiliki legalitas berupa SK dari Dirjen
DIKTI (tidak ada keharusan) dan hanya ada satu IOMS yang mewakili setiap
organisasi/ikatan/himpunan di setiap disiplin ilmu di tingkat nasional.
Mahasiswa Indonesia di luar negeri juga membentuk organisasi mahasiswa
berupa Perhimpunan Pelajar Indonesia, atau PPI yang beranggotakan pelajar dan mahasiswa
Indonesia.
Pada
dasarnya, Organisasi Mahasiswa adalah sebuah wadah berkumpulnya
mahasiswa demi mencapai tujuan bersama, namun harus tetap sesuai dengan
koridor AD/ART yang disetujui oleh semua anggota dan pengurus
organisasi tersebut. Organisasi Mahasiswa tidak boleh keluar dari
rambu-rambu utama tugas dan fungsi perguruan tinggi yaitu tri darma perguruan
tinggi, tanpa kehilangan daya kritis dan tetap berjuang atas nama mahasiswa,
bukan pribadi atau golongan. Organisasi ini dapat berupa organisasi
kemahasiswaan intra kampus, organisasi kemahasiswaan ekstra kampus, maupun
semacam ikatan mahasiswa kedaerahan yang pada umumnya beranggotakan
lintas-kampus. Sebagian organisasi mahasiswa di kampus Indonesia juga membentuk
organisasi mahasiswa tingkat nasional sebagai wadah kerja sama dan
mengembangkan potensi serta partisipasi aktif terhadap kemajuan Indonesia,
seperti organisasi Ikahimbi dan ISMKI. Di luar negeri juga terdapat organisasi
mahasiswa berupa Perhimpunan Pelajar Indonesia, yang beranggotakan pelajar dan
mahasiswa Indonesia
II.2
Peranan Mahasiswa dalam Masyarakat
“…Berikan
aku sepuluh pemuda maka akan aku guncangkan dunia!!”
– Ir. Soekarno-
dari
kutipan diatas kita bisa menilai sebesar apa kemampuan dan potensi pemuda
menurut founding father kita sebagai agent of change,
agen perubahan. Lalu Mahasiswa adalah kaum intelek muda yang (seharusnya)
menjadi garda terdepan dalam memperbaiki kondisi bangsa, mereka adalah 3%
rakyat Indonesia yang juga seharusnya menjadi pemicu untuk perubahan masif oleh
lebih dari 37% pemuda Indonesia. Apabila terjadi ketidakadilan, mahasiswalah
yang harus pertama kali menyadarinya, sehingga tak salah apabila mahasiswa
dikatakan sebagai penyambung lidah rakyat.
Sedangkan
Pengabdian masyarakat adalah suatu gerakan proses pemberdayaan diri untuk
kepentingan masyarakat. Pengabdian masyarakat seharusnya bersifat kontinual dan
jangka panjang karena dalam membangun sebuah masyarakat dibutuhkan proses yang
panjang. Banyak aspek yang harus disentuh untuk menjadikan suatu masyarakat itu
baik, karakternya, budayanya, sampai pola pikirnya juga harus kita sentuh untuk
benar-benar menciptakan sebuah masyarakat yang beradab.
Untuk
hal itulah mahasiswa ada, mereka harus menjadi pemicu terbentuknya
peradaban yang maju dengan pengabdian melalui pemberdayaan masyarakat sebagai
awalannya karena pengabdian merupakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi
dan sudah merupakan kewajiban bagi kaum akademik untuk memenuhinya. Selain itu,
tuntutan akal dan etika juga akan membuat mahasiswa sadar akan kewajibannya
sebagai seorang intelek.
Dalam
menyelenggarakan sebuah bakti sosial sebagai sarana pengabdian masyarakat
haruslah dipikirkan cara yang seefisien dan seefektif mungkin. Walaupun dengan
dana seadanya namun haruslah bisa memberikan manfaat yang sedemikian banyaknya,
lewat satu pengabdian namun harus menebarkan sejuta manfaat. Untuk itulah
kreatifitas dan inovasi benar-benar dibutuhkan dalam mengonsep sebuah bakti
sosial. Konten acara, bentuk persembahan, haruslah yang benar-benar dibutuhkan,
sesuai dengan suatu wilayah dan mampu memberikan manfaat yang maksimal untuk
masyarakatnya.
Oleh
karena itu, dengan segala potensi dan fasilitas yang ada mahasiswa harus
menjadi tonggak pengabdian masyarakat. Dengan intelegensia, kreatifitas, dan
kepemimpinan yang tinggi apalagi dengan didukung fasilitas dan wadah yang
memumpuni dari kampus, mahasiswa memiliki peran penting dalam pengabdian
masyarakat. Apapun bentuk peranannya, mahasiswa dalam merancang gerakan
pengabdian masyarakat semestinya memperhatikan segala aspek yang terkait dengan
gerakan tersebut dan efeknya. Kita mahasiswa harus bisa menciptakan sebuah
pengabdian yang mempu menciptakan sejuta manfaat untuk masyarakat.
Mahasiswa
menempati kedudukan yang khas (Special position) dimasyarakat, baik dalam
artian masyarakat kampus maupun diluar kampus. Kekhasan ini tampak pada
serentetan atribut yang disandang mahasiswa, misal : intelektual muda, kelompok
penekan (Pressure group), agen pembaharu (Agent of change), dan kelompok anti
status quo.
Peran
mahasiswa dalam masyarakat sangat penting. Tak bisa dipungkiri, mahasiswa
memberikan peran penting dalam pembangunan masyarakat. dalam beberapa aspek
kehidupan, salah satu di antaranya, pendidikan, mahasiswa mengambil andil yang
krusial dalam terwujudnya kondisi akademis yang dibawa ke wilayah
kemasyarakatan. Ini perlu, sebagai agent of change, mahasiswa menjadi pihak
perubahan, yang pada awalnya banyak yang tidak diketahui, banyak yang bernilai
kurang, mahasiswa memberi sesuatu yang bernilai lebih pada masyarakat.
Karakter mahasiswa pun ditilik masyarakat sebagai hal yang baik, selama memang
mahasiswa benar-benar menjalani status sebagai seorang mahasiswa sejati.
Contohnya, seorang mahasiswa dididik untuk memiliki jiwa kepemimpinan, tanggung
jawab, akademis, solutif, dan berakhlak terpuji.
1.
Bagaimana
bentuk peran mahasiswa?
•
Peran dalam memperdalam dan mengembangkan diri di dalam pembidangan keilmuan
yang ditekuninya sehingga dapat memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab
intelektualnya.
• Merupakan jembatan antara dunia teoritis dan dunia empiris dalam arti
pemetaan dan pemecahan masalah-masalah kehidupan sesuai dengan bidangnya.
• Merupakan dinamisator perubahan masyarakat menuju perkembangan yang lebih
baik. (agen perubahan).
• Sekaligus merupakan kontrol terhadap perubahan sosial yang sedang dan akan
berlangsung.
b. Potret peran Mahasiswa dalam pentas sejarah Indonesia
Peran
dan posisi mahasiswa dalam perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara,
merupakan diskursus yang menarik sepanjang dinamika kehidupan mahasiswa. Hampir
menjadi kenyataan yang lazim bahwa gerakan mahasiswa terutama di dunia ketiga
memainkan peran yang sangat aktif pada posisi sentral di dalam perubahan
sosial-politik, dan hampir tak satupun penguasa di negara-negara berkembang yang
mengabaikan posisi sosial dan pentingnya representasi politik serta dampak
aspirasi dari golongan muda berpendidikan tinggi ini. Sehingga para pemerhati
sosial tidak mengabaikan fungsi mereka dalam sistem sosial politik baik di
negeri maju maupun berkembang, termasuk di Indonesia.
Peran ideologi mahasiswa tahun 1910-an sampai dengan 1930-an terfokus pada
peran penggagas, yaitu menysun, menafsirkan serta memulasikan pemikiran tentang
segenap aspek kehidupan bermasyarakat yang berasal dari masyarakat asing dan
masyarakat sendiri menjadi ideologi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakatnya sendiri. Mahasiswa dari generasi Soetomo 1910-an dan generasi
Soekarno-Hatta 1920-an, adalah pemikir-pemikir yang meletakkan dasar ideologi
nasiolnalisme bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Nasionalisme merupakan
fokus dari keseluruhan ideologi yang digagaskan oleh mahasiswa 1910-1930-an.
Pada
tahun 1940-an gerakan mahasiswa mengalami pergeseran peran, peran penggagas
tidak lagi menonjol. Gerakannya lebih terfokus pada sebagai pendukung dan
penerap dari ideologi yang sudah ada. Dekade 1950-an dunia mahasiswa kembali
disegani, sekalipun kemandirian dan peran sebagai penggagas semakin menipis.
Hal ini di latarbelakangi oleh dominannya peran politik profesional didalam
kehidupan politik. Politisi sipil yang dominan saat itu berasal dari tokoh
politik yang mengalami sosialisasi politik tahin 1910, 1930-an di kampus dalam
dan luar negeri (Eropa). Pada era ini kampus sebagai lembaga lembaga pendidikan
tinggi terbelenggu pengaruh politisi dari partai politik sebagai kekuatan
dominan. Akibatnya, kampus dan mahasiswa mengikuti pola persaingan antar partai
dan terpecah berdasarkan politik aliran.
Perjalanan
Indonesia era 1910-an sampai 1950-an, menempatkan kekuatan sipil yang berasal
dari kaum intelektual (mahasiswa) sebagai sumber kepemimpinan bangsa yang
dominan. Namun yang perlu dicatat dalam sejarah gerakan mahasiswa, pada era
1960-an peran ideologi mahasiswa meningkat tajam. Gerakan idiologi masa ini,
melahirkan angkatan 1966. Dekade 1960-an dengan angkatan 1966-nya telah
membentuk identitas sosial mahasiswa sebagai sebuah kekuatan sosial politik.
Persepsi dan konsepsi tentang peran sosial ini, terbentuk dan menguat sejalan
dengan tegaknya hegemoni pemerintahan orde baru.
Peran
sosial mahasiswa jauh dari pragmatism, dan rakyat dapat merasakan bahwa
mahasiswa adalah bagian yang tak dapat terpisahkan dari mereka, walaupun upaya
yang sistimatis untuk memisahkan mahasiswa dari rakyat telah dan dengan gencar
dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak ingin rakyat ini cerdas dan sadar akan
problematika ummat yang terjadi.
Mahasiswa
adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyakan
pada diri kita yang memegang label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita
mengambil peran dalam diri kita dan lingkungan.
II.3 Membangun
Karakter Mahasiswa
“When
wealth is lost, nothing is lost. When health is lost, something is lost. When
character is lost, everything is lost.”
Ungkapan
di atas yang sering Saya dengar dari Prof. Yoyo Mulyana dulu .
Rasanya penat dengan realita kehidupan yang kita alami sebagai bangsa pada hari
ini. Krisis dan bencana yang berkali-kali dialami bangsa ini tak juga membuat
kita mampu mengambil pelajaran darinya untuk kemudian bangkit kembali menjadi
bangsa yang besar dan bermartabat. Bahkan tak sedikit pemuka agama,
intelektual, dan rohaniwan yang meyakini kondisi kehidupan bangsa yang makin
buruk dan terpuruk. Dan semua terjadi karena makin hilangnya jati diri kita
sebagai bangsa. Bangsa ini mengalami krisis identitas, krisis kepemimpinan,
krisis keteladanan, hingga krisis moral. Korupsi yang makin menggurita dan
melibatkan banyak petinggi negara merupakan simptoma yang nyata dan tak
terbantahkan. Juga hukum yang tak mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat,
kolusi, nepotisme, dan praktik-praktik immoral para penyelenggara negara
merupakan indikasi lain yang menjadi tontonan masyarakat setiap hari.
Sementara itu, berbagai perilaku kekerasan di kalangan masyarakat,
ketidakpedulian, intoleransi, perjudian, serta berbagai kriminalitas yang makin
kerap terjadi menjadi semacam bukti yang menunjukkan bahwa bangsa ini sedang
sakit. Inilah akar persoalan yang kita hadapi sebagai bangsa yang semuanya
berakar pada makin tergerusnya moralitas sebagai inti dari karakter manusia,
jati diri bangsa.
Tak
mudah untuk mendefinisikan karakter mahasiswa yang ideal, apalagi dengan
segudang persoalan yang patologis. Pendekatan filosofis yang radikal
lebih dari sekedar perlu untuk dilakukan mengingat bahasan tentang karakter itu
sendiri merupakan tema yang radikal, terlebih tema ini pun menjadi kebutuhan
mendasar bagi Universitas yang tengah meretas jalan untuk menemukan jati
dirinya. Secara filosofis memahami dimensi ontologis hingga aksiologis dari
mahasiswa dalam konteks ruang dan waktu merupakan cara paling mendasar guna
menemukenali jati diri dimaksud. Dengan pendekatan inilah karakter mahasiswa
satu persatu dapat didefinisikan sebagai berikut:
Pertama, mahasiswa
adalah bagian dari entitas akademik di sebuah perguruan tinggi sehingga
kemudian disebut sebagai akademisi dalam arti “member of an academy”.
Perguruan tinggi adalah wadah yang harusnya memberi bentuk bagi entitas yang
bernaung didalamnya. Dengan demikian karakter pertama yang harus dimiliki
mahasiswa adalah karakter seorang pembelajar, yang haus akan ilmu pengetahuan
dan kebenaran, intelektual yang senantiasa berpikir kritis dalam memecahkan
masalah dan fenomena sosial maupun alam yang terjadi, yang tunduk patuh pada
etika akademik dan ilmu pengetahuan, yang sadar akan kebebasan akademik dan
kebebasan mimbar akademiknya secara beradab dan bertanggungjawab, serta sadar
akan tanggung jawab moralnya untuk mendayagunakan ilmu pengetahuan bagi
sebesar-besarnya kebaikan dan kesejahteraan masyarakat.
Kedua,
Mahasiswa sebagai wadah memiliki karakteristik yang integral dengan nilai
sosio-historis masyarakat dan daerah tempatnya berada. Karenanya, karakteristik
inilah yang harusnya menjadi pembeda dengan mahasiswa perguruan tinggi lain.
Ketiga,
mahasiswa merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karenanya kesadaran akan eksistensi formalnya
tersebut harusnya telah terinternalisasi sebagai karakter, sehingga mahasiswa
secara sadar menjadi bagian dari upaya sadar untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan
pribadi atau golongan, taat azas terhadap konstitusi dan perundang-undangan yang
berlaku, serta bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa dan negaranya.
Keempat,
mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi bagian inheren dari masyarakat.
Mahasiswa merupakan representasi dari rakyat baik dalam konteks kekinian maupun
masa depan. Dan mahasiswa adalah duta para orang tua, yang diutus oleh orang
tuanya untuk menjalankan misi pribadi dan keluarga. Karenanya, mahasiswa tidak
boleh tercerabut dari akar sosiologisnya saat “bertahta” di menara gading.
Mahasiswa harus tetap menjadi bagian dari masyarakat, mampu berempati terhadap
segenap persoalan masyarakat, serta menjadi bagian produktif untuk meretas
jalan keluar terhadap persoalan-persoalan tersebut. Karenanya diperlukan
karakter mahasiswa yang kritis sekaligus empatif dalam menyuarakan kehendak
masyarakatnya, serta kreatif dan inovatif dalam menjawab tantangan serta
permasalahan yang dihadapi masyarakat yang notabene merupakan orang tua yang
mengutus mereka sebagai duta.
Kelima,
mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat dunia yang bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa. Kesadaran akan kebhinekaan ini merupakan karakter dasar guna
membangun sikap toleran, saling menghormati, dan humanis guna dapat bekerjasama
secara sinergis dalam mewujudkan tatanan masyarakat dunia yang adil dan
sejahtera.
Dan keenam, mahasiswa
merupakan insan yang tak boleh terpental jauh dari eksistensi transedentalnya
sebagai mahluk Tuhan yang membawa misi kenabian guna dapat menjadi khalifah di
muka bumi yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup serta kesejahteraan
semua mahluk yang ada di muka bumi. Karenanya, mahasiswa haruslah
pribadi-pribadi yang taat dalam menjalankan ibadah formalnya serta mampu
mewujudkan hakikat ibadah yang dijalaninya tersebut dalam kehidupannya
sehari-hari.
Keenam
kesadaran eksistensial inilah yang harusnya menjadi landasan dalam membangun
paradigma dan metoda dalam melakukan pembinaan karakter mahasiswa, sehingga
internalisasi akan dimensi aksiologis dan eksistensinya itu dapat berlangsung
secara alamiah dan manusiawi. Tentu bukan proses yang mudah, apalagi dalam
wadah organisasi perguruan tinggi yang kompleks dan seringkali terkendala oleh
kultur birokrasi yang lambat, inefisien, dan formalistik. Lalu bagaimana dan
darimana harus memulainya?
Mahasiswa
merupakan agent of change, artinya agen suatu perubahan menuju arah
yang lebih baik. Perubahan sendiri merupakan hal yang mutlak dan pasti
akan terjadi. Bagi orang yang ingin maju, maka perubahan menjadi faktor utama.
Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan
perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang terdidik. Dengan ke”Maha”an
yang melekat pada kata Mahasiswa, artinya dari suatu hal yang besar dalam diri
siswa. Bukan sekedar siswa saja yang berperilaku sangat emosional, berpikir
praktis, dan belum tereksplornya potensi, maka ketika mahasiswa sifat tersebut
berubah menjadi santun, cerdas, kritis, kreatif, inovatif, menerika kritikan,
terbuka, dan tanggap terhadap permasalahan di lingkungan.
Daoed
Joesoef (1978) mengatakan bahwa tanggung jawab esensial mahasiswa adalah
membangkitkan kekuatan penataran individu (the individual, power of the
reason) sebagai dasar yang paling menentukan dari kemampuan berpikir
dan sistesis. Dengan demikian, bahwa mahasiswa pada hakekatnya adalah manusia
rapat umum (man of public meeting), akan tetapi manusia penganalisis (man
of analysis).
Penulis
sebagai mahasiswa dapat memetakan setidaknya ada empat peranan mahasiswa yang
menjadi tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul. Peranan ini diturunkan apa
yang seharusnya dan paling idealnya.
a. Creator of Change
Hal
ini dapat lihat, ketika kondisi bangsa ini sekarang tidaklah ideal, banyak
sekali permasalahan bangsa yang ada, mulai dari korupsi, penggusuran,
ketidakadilan, dan lain sebagainya. Mahasiswa yang mempunyai idealisme sudah
seharusnya berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan kondisi negara
menjadi ideal. Lalu, apa yang menjadi alasan untuk berubah? Secara substansial,
perubahan merupakan harga mutlak, setiap kebudayaan dan kondisi pasti mengalami
perubahan walaupun keadaanya tetap diam –sudah menjadi hukum alam. Sejarah
telah membuktikan, bahwa perubahan besar terjadi di tangan generasi muda mulai
dari zaman nabi, kolonialisme, reformasi, dan lain sebagainya.Maka dari itu,
mahasiswa dituntut bukan hanya menjadi agen perubahan saja, melainkan pencetus
perubahan itu sendiri yang tentunya ke arah yang lebih baik.
b. Iron Stock
Peranan
mahasiswa yang tak kalah penting adalah iron stock atau
mahasiswa dengan ketangguhan idealismenya akan menjadi pengganti
generasi-generasi sebelumny, tentu dengan kemampuan dan akhlak mulia. Dapat
dikatakan, bahwa mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan bangsa masa
depan. Peran organisasi kampus tentu mempengaruhi kualitas mahasiswa,
kaderasasi yang baik dan penanaman nilai yang baik tentu akan meningkatkan
kualitas mahasiswa yang menjadi calon pemimpin masa depan. Pasti timbul
pertanyaan, bagaimana cara mempersiapkan mahasiswa agar menjadi calon pemimpin
yang siap pakai? Tentu jawabannya adalah dengan memperkaya pengetahuan yang ada
terhadap masyarakatnya. Selain itu, mempelajari berbagai kesalahan yang ada
pada generasi sebelumnya juga diperlukan sehingga menjadi bahan evaluasi dalam
pengembangan diri.
Ada
satu pertanyaan yang menggelitik bagi saya, mengapa bernama iron
stock? Bukan goldenatau silver stock? Hal
ini masuk akal, karena sifat besi itu sendiri yang berkarat dalam jangka waktu
lama, sehingga diperlukan pengganti besi-besi sebelumnya. Filosofi ini dapat
dibenarkan, karena manusia yang disimbolkan sebagai besi tentu akan mati dan
kehilangan tenaganya, maka dari itu dibutuhkan generasi manusia baru sebagai
pengganti yang lebih baik.
c. Social Control
Peran
mahasiswa sebagai kontrol sosial terjadi ketika ada yang tidak beres atau
ganjil dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dengan gagasan dan ilmu yang
dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial
dalam masyarakat. Mengapa harus menjadi social control? Kita
semua tahu, bahwa mahasiswa itu sendiri lahir dari rahim rakyat, dan sudah
seyogyanya mahasiswa memiliki peran sosial, peran yang menjaga dan memperbaiki
apa yang salah dalam masyarakat.
Saat
ini di Indonesia, masyarakat merasakan bahwa pemerintah hanya memikirkan
dirinya sendiri dalam bertindak. Usut punya usut, pemerintah tidak menepati
janji yang telah diumbar-umbar dalam kampanye mereka. Kasus hukum, korupsi, dan
pendidikan merajalela dalam kehidupan berbangsa bernegara. Inilah potret
mengapa mahasiswa yang notabene sebagai anak rakyat harus bertindak dengan ilmu
dan kelebihan yang dimilikinya. Lalu bagaimana cara agar mahasiswa dapat
berperan sebagai kontrol sosial? Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa sosial yang
peduli pada keadaan rakyat yang mengalami penderitaan, ketidakadilan, dan
ketertindasan. Kontrol sosial dapat dilakukan ketika pemerintah mengeluarkan
suatu kebijakan yang merugikan rakyat, maka dari itu mahasiswa bergerak sebagai
perwujudan kepedulian terhadap rakyat.
Pergerakan
mahasiswa bukan hanya sekedar turun ke jalan saja, melainkan harus lebih
substansial lagi yaitu diskusi, kajian dan lain sebagainya. Bukan hanya itu,
sifat peduli terhadap rakyat juga dapat ditunjukkan ketika mahasiswa dapat
memberikan bantuan baik secara moril dan materil bagi siapa saja yang
membutuhkannya.
d. Moral Force
Moral
force atau kekuatan
moral adalah fungsi yang utama dalam peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Lalu mengapa harus moral force? Mahasiswa dalam
kehidupannya dituntut untuk dapat memberikan contoh dan teladan yang baik bagi
masyarakat. Hal ini menjadi beralasan karena mahasiswa adalah bagian dari
masyarakat sebagai kaum terpelajar yang memiliki keberuntungan untuk menempuh
pendidikan yang lebih tinggi.
Kini,
peran mahasiswa yang satu ini telah banyak ditinggalkan, banyak kegiatan
mahasiswa yang berorientasi pada kehidupan hedonisme. Amanat dan tanggung jawab
yang telah dipegang oleh mahasiswa sebagai kaum terpelajar telah ditinggalkan
begitu saja. Jika ini terjadi, kegiatan mahasiswa bukan lagi berorientasi pada
rakyat, hal ini pasti akan menyebabkan generasi pengganti hilang. Maka dari
itu, peran moral force sangat dibutuhkan bagi mahasiswa
Indonesia yang secara garis besar memiliki goal menjadikan
negara dan bangsa ini lebih baik.
Mahasiswa
dengan segala keunikan dan kelebihannya masih sangat rentan, sebab posisi
mahasiswa yang dikenal sebagai kaum idealis harus berdiri tegap di antara
idealisme mereka dan realita kenyataan. Realita ini yang ada dalam masyarakat,
di saat mahasiswa tengah berjuang membela idealisme mereka, tenyata di sisi
lain realita yang terjadi di masyarakat semakin buruk. Saat mahasiswa berpihak
pada realita, ternyata secara tak sadar telah meninggalkan idealisme dan ilmu
yang seharusnya di implementasikan. Inilah yang menjadi paradoks mahasiswa saat
ini.
Dengan
upaya tersebut diharapkan karakter mahasiswa terwujud. Mahasiswa adalah harapan
bangsa. Masa depan bangsa ditentukan oleh mahasiswa. Sebagai generasi penerus
bangsa, maka posisi mahasiswa harus dipersiapkan sebagai intelektual dan
pemimpin di masa depan (leader of the future) yang mandiri, kreatif
dan berintegritas
II.4
Pengenalan Budaya Daerah
a. Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal
dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. [http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya] Budaya adalah suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan
dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Budaya
local [daerah] adalah nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah
yang terbentuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke
waktu. Budaya lokal dapat berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum
adat. Indonesia terdiri atas 33 provinsi, karena itu memiliki banyak kekayaan
budaya. Kekayaan budaya tersebut dapat menjadi aset negara yang bermanfaat
untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia luar.
Menurut
Geertz (1981) dalam bukunya Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, di
Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara dalam 250
bahasa yang berbeda dan memiliki karakteristik budaya lokal yang berbeda pula.
Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis dan iklim yang berbeda-beda.
Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang beriklim tropis hingga wilayah
pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua yang bersalju. Perbedaan iklim dan
kondisi geografis tersebut berpengaruh terhadap kemajemukan budaya lokal di
Indonesia.
Peranan
budaya lokal mempunyai peran yang penting dalam memperkokoh ketahanan budaya
bangsa, namun benarkah sekarang ini kebudayaan itu sendiri sudah jarang
terlihat peranannya karena sebagian besar akibat pengaruh dari budaya asing dan
arus modernisasi ??
Banyak
dari mereka mengatasnamakan persaingan global sebagai pembelaan. Tidak
akan eksis bila tidak mengikuti perkembangan dunia di tengah era
globalisasi. Satu alasan yang sebenarnya cukup masuk akal. Memang orang tidak
akan bisa bersaing jika ia sendiri buta akan apa yang ada dalam persaingan itu.
Akan tetapi bukan berarti dengan seenaknya mengabaikan kebudayaan lokal yang
ada. Kalau bukan kita sendiri yang membuat budaya itu hidup, lalu siapa lagi?
Itulah
sedikit gambaran mengenai kondisi di tengah-tengah masyarakat kita saat ini.
Satu kondisi yang tergambar jelas dalam satu contoh kecil. Apa benar keberadaan
“budaya populer” telah mendesak budaya lokal?
Bukan
keberadaan budaya populer yang salah. Akan tetapi kita yang masih perlu belajar
untuk bisa bersaing di dunia internasional tanpa mengabaikan budaya lokal.
Berawal
dari sini, saya mencoba mencari tahu tentang kebudayaan lokal khususnya
khazanah kebudayaan Banten, sebuah catatan yang dibuat oleh Prof. Dr. H.M.A. Tihami,
M.A mudah-mudahan dapat menjadi referensi bagi kita untuk mempelajari
kebudayaan Banten. Catatan ini disampaikan sebagai bahan pada Seminar Sejarah
dan Kebudayaan Banten, Pusat Kajian Sejarah dan Budaya STAIN “SMHB” pada
tanggal 1 juli 2004. Dalam catatannya Prof. Dr. H.M.A. Tihami, M.A mengemukakan
bahwa kebudayaan itu meliputi :
§ Dimensi gagasan (sebagai aspek
ideal yang tidak terlihat),
§ Dimensi perbuatan (tindakan)
(sebagai aspek faktual yang dapat dilihat), dan
§ Dimensi hasil karya (sebagai aspek
fisik yang dapat dilihat dan diamati berulang kali).
Dari
ketiga dimensi tersebut yang bisa dikenali secara langsung adalah kebudayaan
pada dimensi fisik dan perbuatan (kelakuan). Kemudian diperlukan juga kejelasan
pada unsur apa dua dimensi tersebut diamati.
II.5 Entrepreneurship [Kewirausahaan]
Kewirausahaan (Inggris: Entrepreneurship)
atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan
membawa visi ke dalam kehidupanVisi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang,
cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses
tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau
ketidakpastian. Kewirausahaan memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli
atau sumber acuan karena berbeda-beda titik berat dan penekanannya. Richard
Cantillon (1775), misalnya, mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja
sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli barang saat ini
pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga
tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang
menghadapi risiko atau ketidakpastian. Berbeda dengan para ahli lainnya,
menurut Penrose (1963) kegiatan kewirausahaan mencakup indentfikasi
peluang-peluang di dalam sistem ekonomi sedangkan menurut Harvey Leibenstein
(1968, 1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan
atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum
teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui
sepenuhnyadan menurut Peter Drucker, kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda. Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan
disebut wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa seorang
wirausahawan (entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda dari
manusia pada umumnya. Mereka mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan
emosi yang sangat terkait dengan nilai nilai, sikap dan perilaku sebagai
manusia unggul.
a. Etimologi
Kewirausahaan
berasal dari kata wira dan usaha.[rujukan?] Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi
luhur, gagah berani dan berwatak agung.[rujukan?] Usaha adalah perbuatan amal,
bekerja, dan berbuat sesuatu.[rujukan?] Jadi wirausaha adalah pejuang
atau pahlawan yang berbuat sesuatu.[rujukan?]
b. Sejarah kewirausahaan
Wirausaha
secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon pada
tahun 1755.[rujukan?] Di luar negeri, istilah
kewirausahaan telah dikenal sejak abad 16, sedangkan di Indonesia baru dikenal
pada akhir abad 20.[rujukan?] Beberapa istilah wirausaha
seperti di Belanda dikenadengan ondernemer, di Jerman dikenal
dengan unternehmer.[rujukan?] Pendidikan kewirausahaan mulai
dirintis sejak 1950-an di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada.[rujukan?] Bahkan sejak 1970-an banyak
universitas yang mengajarkan kewirausahaan atau manajemen usaha kecil.[rujukan?] Pada tahun 1980-an, hampir 500
sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan.[rujukan?]DI Indonesia, kewirausahaan dipelajari
baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja.[rujukan?] Sejalan dengan perkembangan dan
tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui
pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan masyarakat
kewirausahaan menjadi berkembang.[rujukan?]
c. Proses kewirausahaan
Menurut
Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave, proses kewirausahaan diawali dengan
adanya inovasi.[rujukan?] Inovasi tersebut dipengeruhi oleh
berbagai faktor baik yang berasal dari pribadi maupun di luar pribadi, seperti
pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan.[rujukan?] Faktor-faktor tersebut membentuk
‘’locus of control’’, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan
pertumbuhan yang kemudian berkembangan menjadi wirausahawan yang besar.[rujukan?] Secara internal, keinovasian
dipengaruhi oleh faktor yang bersal dari individu, seperti locus of
control, toleransi, nilai-nilai, pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor
yang berasal dari lingkungan yang memengaruhi diantaranya model peran,
aktivitas, dan peluang.[rujukan?] Oleh karena itu, inovasi
berkembang menjadi kewirausahaan melalui proses yang dipengaruhi
lingkungan, organisasi, dan keluarga.[rujukan?]
d. Ciri-ciri dan Sifat
kewirausahaan
Untuk
dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri
dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausaha
adalah:
§ Percaya diri
§ Berorientasikan tugas dan hasil
§ Berani mengambil risiko
§ Kepemimpinan
§ Keorisinilan
§ Berorientasi ke masa depan
§ Jujur dan tekun
Sifat-sifat
seorang wirausaha adalah:
§ Memiliki sifat keyakinan, kemandirian,
individualitas, optimisme.
§ Selalu berusaha untuk berprestasi,
berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang
kuat, suka bekerja keras, energik dan memiliki inisiatif.
§ Memiliki kemampuan mengambil risiko dan
suka pada tantangan.
§ Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat
bergaul dengan orang lain dan suka terhadap saran dan kritik yang membangun.
§ Memiliki inovasi dan kreativitas
tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
§ Memiliki persepsi dan cara pandang yang
berorientasi pada masa depan.
§ Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama
dengan kerja keras.
e. Tahap-tahap
kewirausahaan
Secara
umum tahap-tahap melakukan wirausaha:
§ Tahap memulai
Tahap
di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluang usaha baru yang mungkin
apakah membuka usaha baru, melakukan akuisisi, atau melakukan ‘’franchising’’.[rujukan?]Tahap ini juga memilih jenis usaha yang
akan dilakukan apakah di bidang pertanian, industri, atau jasa.[rujukan?]
§ Tahap melaksanakan usaha
Dalam
tahap ini seorang wirausahawan mengelola berbagai aspek yang
terkait dengan usahanya, mencakup aspek-aspek: pembiayaan, SDM, kepemilikan,
organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil risiko dan mengambil
keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi.[rujukan?]
§
Tahap
mempertahankan usaha
Tahap
di mana wirausahawan berdasarkan hasil yang telah
dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti
sesuai dengan kondisi yang dihadapi.[rujukan?]
§
Tahap
mengembangkan usaha
Tahap
di mana jika hasil yang diperoleh tergolong positif atau mengalami perkembangan
atau dapat bertahan maka perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang
mungkin diambil.[rujukan?]
f. Sikap
wirausaha
Dari
daftar ciri dan sifat watak seorang wirausahawan di atas, dapat kita identifikasi
sikap seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari kegiatannya sehari-hari,
sebagai berikut:
§ Disiplin
Dalam
melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki kedisiplinan yang
tinggi.[rujukan?] Arti dari kata disiplin itu
sendiri adalah ketepatan komitmen wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya.[rujukan?] Ketepatan yang dimaksud bersifat
menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja
dan sebagainya.[rujukan?] Ketepatan terhadap waktu, dapat
dibina dalam diri seseorang dengan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan waktu yang direncanakan.[rujukan?] Sifat sering menunda pekerjaan
dengan berbagai macam alasan, adalah kendala yang dapat menghambat seorang
wirausahawan meraih keberhasilan.[rujukan?] Kedisiplinan terhadap komitmen
akan kualitas pekerjaan dapat dibina dengan ketaatan wirausahawan akan komitmen
tersebut.[rujukan?] Wirausahawan harus taat azas.[rujukan?] Hal tersebut akan dapat tercapai
jika wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang
telah ditetapkan.[rujukan?] Ketaatan wirausahawan akan
kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan akan
kualitas pekerjaan dan sistem kerja.[rujukan?]
§
Komitmen Tinggi
Komitmen
adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.[rujukan?] Dalam melaksanakan kegiatannya,
seorang wirausahawan harus memiliki komitmen yang jelas, terarah dan bersifat
progresif (berorientasi pada kemajuan).[rujukan?] Komitmen terhadap dirinya sendiri
dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang
direncanakan dalam hidupnya.[rujukan?] Sedangkan contoh komitmen
wirausahawan terhadap orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima
yang berorientasi pada kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan
harga produk yang ditawarkan, penyelesaian bagi masalah konsumen, dan
sebagainya.Seorang wirausahawan yang teguh menjaga komitmennya
terhadapkonsumen, akan memiliki nama baik di mata konsumen yang akhirnya
wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen, dengan dampak
pembelian terus meningkat sehingga pada akhirnya tercapai target perusahaan
yaitu memperoleh laba yang diharapkan.[rujukan?]
§
Jujur
Kejujuran
merupakan landasan moral yang kadang-kadang dilupakan oleh seorang
wirausahawan.[rujukan?] Kejujuran dalam berperilaku
bersifat kompleks.[rujukan?]Kejujuran mengenai karakteristik produk
(barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan,
kejujuran mengenai pelayanan purnajual yang dijanjikan dan kejujuran mengenai
segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang dilakukan
olehwirausahawan.[rujukan?]
§
Kreatif dan Inovatif
Untuk
memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya
kreativitas yang tinggi.[rujukan?] Daya kreativitas tersebut
sebaiknya dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan
baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar.[rujukan?] Gagasan-gagasan yang kreatif
umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu.[rujukan?] Justru seringkali ide-ide jenius
yangmemberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah
dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil.[rujukan?]
§
Mandiri
Seseorang
dikatakan “mandiri” apabila orang tersebut dapat melakukan keinginan dengan
baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalammengambil keputusan atau
bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya ketergantungan
dengan pihak lain.[rujukan?] Kemandirian merupakan sifat
mutlak yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan.[rujukan?]Pada prinsipnya seorang wirausahawan
harus memiliki sikap mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya.[rujukan?]
§
Realistis
Seseorang
dikatakan realistis bila orang tersebut mampu menggunakan fakta/realita sebagai
landasan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan maupun
tindakan/ perbuatannya.[rujukan?]Banyak seorang calon wirausahawan yang
berpotensi tinggi, namun pada akhirnya mengalami kegagalan hanya karena
wirausahawan tersebut tidak realistis, obyektif dan rasional dalam pengambilan
keputusan bisnisnya.[rujukan?]Karena itu dibutuhkan kecerdasan dalam
melakukan seleksi terhadap masukan-masukan/ sumbang saran yang ada keterkaitan
erat dengan tingkat keberhasilan usaha yang sedang dirintis.[rujukan?]
g. Faktor Kegagalan
Dalam Wirausaha
Menurut
Zimmerer (dalam Suryana, 2003 : 44-45) ada beberapa faktor yang
menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya:
§
Tidak
kompeten dalam manajerial.
Tidak
kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha
merupakan faktor penyebab utama yang membuat perusahaan kurang berhasil.
§
Kurang
berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan, keterampilan mengelola
sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan.
§
Kurang
dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan baik,
faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas. Mengatur
pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan memelihara aliran kas
menyebabkan operasional perusahan dan mengakibatkan perusahaan tidak lancar.
§
Gagal
dalam perencanaan.
Perencanaan
merupakan titik awal dari suatu kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka
akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.
§
Lokasi
yang kurang memadai.
Lokasi
usaha yang strategis merupakan faktor yang menentukan keberhasilan usaha.
Lokasi yang tidak strategis dapat mengakibatkan perusahaan sukar beroperasi
karena kurang efisien.
§
Kurangnya
pengawasan peralatan.
Pengawasan
erat berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas. Kurang pengawasan
mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien dan tidak efektif.
§
Sikap
yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha.
Sikap
yang setengah-setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan
menjadi labil dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi
besar.
§
Ketidakmampuan
dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.
Wirausaha
yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan menjadi
wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh
apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan setiap waktu.
h. Peran
Wirausaha Dalam Perekonomian Nasional
Seorang
wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal
seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap
orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli
pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan
lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh
kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran
secara nasional menjadi berkurang.
Menurunnya
tingkat pengangguran berdampak terhadap naiknya pendapatan perkapita dan
daya beli masyarakat, serta tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain itu,
berdampak pula terhadap menurunnya tingkat kriminalitas yang biasanya
ditimbulkan oleh karena tingginya pengangguran.
Seorang
wirausaha memiliki peran sangat besar dalam melakukan wirausaha. Peran
wirausaha dalam perekonomian suatu negara adalah:
§
Menciptakan
lapangan kerja
§
Mengurangi
pengangguran
§
Meningkatkan
pendapatan masyarakat
§
Mengombinasikan
faktor–faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal dan keahlian)
§
Meningkatkan
produktivitas nasional
§
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Mengisi
pembangunan, melakukan control social terhadap kebijakan pemerintah, dan
pengabdian masyarakat adalah peran-peran mahasiswa unggulan yang dibutuhkan dengan
segera saat ini. Mahasiswa harus dapat memerankannya secara proporsional, adil,
arif dan bijak tanpa hanya mengambil satu peran saja dan menggugurkan
peran-peran lainnya. Mahasiswa hendaknya menjadi msyarakat
independent-intelligence sehingga mahasiswalah yang paling sensitif mengenai
permasalahan-permasalahan bangsa kemudian mampu tampil kedepan dengan membawa
solusi yang optimal, sehingga mahasiswa Indonesia menjadi mahasiswa seutuhnya
yang tidak hanya berani menyuarakan saja tanpa berani mengambil tidakan nyata.
Saat ini yang paling dibutuhkan adalah mahasiswa-mahasiswa dengan semangat
juang tinggi dalam mengoptimalkan kemerdekaan bukan sebatas mahasiswa yang
padai meyuarakan tetapi nol besar dalam pratik melaksanakan pembangunan bangsa,
sehingga mahasiswa Indonesia mamapu benar-benar menjadi pioner pembangunan
bangsa.
Menjadi
mahasiswa yang berkarakter tidaklah semudah yang dibayangkan, mahasiswa harus
memiliki kemauan dan niatan yang kuat untuk menjadikan dirinya berkarakter.
Faktor terberat yang dihadapi mahasiswa adalah dirinya sendiri, apakah ia mampu
mengatasi kendala-kendala yang menjadi hambatan untuk menjadi mahasiswa yang
berkarakter atau malah sebaliknya. Salah satu karaker yang harus dibentuk
adalah enterpeunershipnya. Seorang wirausaha berperan baik secara internal
maupun eksternal. Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi
tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri,
serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha
berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan
terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang
wirausaha, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.
Menurunnya
tingkat pengangguran berdampak terhadap naiknya pendapatan perkapita dan
daya beli masyarakat, serta tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain itu,
berdampak pula terhadap menurunnya tingkat kriminalitas yang biasanya
ditimbulkan oleh karena tingginya pengangguran.
III.2 SARAN
Demikianlah
tulisan ini saya buat dengan segala kekurangan yang ada. Sebagai mahasiswa saya
harap dengan segala potensi dan fasilitas yang ada, mahasiswa harus menjadi
tonggak pengabdian masyarakat. Dengan intelegensia, kreatifitas, dan
kepemimpinan yang tinggi apalagi dengan didukung fasilitas dan wadah yang
memumpuni dari kampus, mahasiswa memiliki peran penting dalam pengabdian
masyarakat. Apapun bentuk peranannya, mahasiswa dalam merancang gerakan
pengabdian masyarakat semestinya memperhatikan segala aspek yang terkait dengan
gerakan tersebut dan efeknya. Kita mahasiswa harus bisa menciptakan sebuah
pengabdian yang mempu menciptakan sejuta manfaat untuk masyarakat.
DAFTAR PURTAKA