Archive for Juli 2013
Sisi Lain Seorang Malaikat
By : UnknownIha Ginichi koukii |
Ada sebuah kisah yang
ingin saya share; mungkin ini hanya karangan saya atau mungkin terjadi juga
didunia nyata. Tentang kasih sayang seorang ibu dan kasih seorang anak. Adakah
bedanya, tentu terasa sekali. "Kasih ibu sepanjang jalan, dan kasih anak hanya
sepanjang galah". Pepatah itu saya yakini benar, jika melihat betapa kasih
seorang ibu itu luar biasa besar. Kesabarannya begitu luas dan selalu menerima
anak-anaknya dengan penerimaan yang ikhlas.
Sering
sekali saya melihat seorang anak berlaku tidak adil, bahkan bersikap kasar pada
ibundanya. Saya melihat sepanjang penglihatan saya sepanjang yang saya tahu.
Perlakuan yang diterima selalu menjadi beban hati mereka, ditutupnya
rapat-rapat serta hanya terus mendo'akan anaknya. Saya pernah bertemu dengan
seorang ibu, usianya sekitar lima puluh tahunan. Beliau tinggal bersama suami
dan anak bungsunya. Kebetulan beliau memiliki dua orang anak dan si sulung
sudah menikah lima tahun lalu, tinggalah si bungsu yang sedang menuntaskan
pendidikannya di perguruan tinggi. Kehidupannya sederhana dan beliaupun selalu
ramah, walau agak sedikit pendiam. Kesan pertama saya melihat beliau, adalah
wanita yang lembut dan sangat menyayangi anak-anaknya. Dan saya mendengarnya
dari rani, anak bungsu beliau yang notabennya teman saya di kampus. Entahlah,
rani tiba-tiba bercerita tentang suatu yang membuat wajah saya merah padam
antara marah atau sedih barangkali. Tentang kakak sulungnya.
" Ibu adalah wanita yang kuat. Kamu
tahu apa yang selalu ibu katakan padaku, dia hanya ingin melihat anak-anaknya
bahagia. Tapi kamu tahu bertahun-tahun dia menyimpan luka karena perlakuan mbak
ku. Sepanjang yang aku tahu, mbak selalu menyakiti ibu entah itu dengan
perkataan atau perbuatannya. Kamu tahu kan mbak ku hidupnya sudah mapan
sedangkan keluarga kami masih dalam kesederhanaan. Mulut mbak ku seperti iblis
jika bicara, selalu berbangga atas apa yang dimilikinya saat ini tapi sama
sekali tidak memperdulikan ibu. Pernah suatu hari, karena tidak punya uang, ibu
datang kewarung mbak untuk berhutang makanan untuk keluargaku makan, dan kamu
tahu apa yang dilakukannya, dia tidak menghiraukan kedatangan ibu, dengan
kata-katanya yang kasar dia menyuruh ibu pulang katanya sesuatu yang ibu minta
tidak ada. Bukankah itu demikian kejam. Itu bukan pertama kali ibu mendapat
perlakuan seperti itu, sering sekali. Aku pernah sangat membenci mbak ku,
bagiku dia anak yang tidak tahu diri. Tapi ayah dan ibu memintaku hanya
mendo'akannya agar suatu saat nanti dia bisa berubah. Aku berfikir sejenak,
inikah sosok malaikat itu. Betapapun aku hanya seorang anak, aku marah saat
mbak memperlakukan ibu seperti itu tapi saat mendengarnya berkata demikian
"maafkanlah" hatiku langsung luruh, rasanya duniaku hancur seketika.
Yang aku bisa hanya menguatkan ibu sekarang." cerita rani dengan mata yang
berkaca-kaca
Saya
hanya membelai bahunya, seraya menguatkan. Betapapun saya tahu itu berat untuk
rani terutama ibunya. Saya tidak pernah tau, sosok itu wanita yang luar biasa
tegar. Wanita yang rani panggil dengan sebutan ibu, wanita yang selalu ramah
dalam kesahajaannya ternyata menyimpan luka oleh karena anak yang begitu di
kasihinya. Tapi seperti rani, hati sayapun pedih mendengar ceritanya, seraya
berharap semoga mbak rani diberikan pengampunan oleh Allah, dibukakan mata
hatinya dan menyadari segala yang dia lakukan adalah dosa besar. Entah apapun
alasannya, saya tidak membenarkan perlakuan itu. Saya tidak tahu apa yang terjadi
tapi rasanya tidak pantas ketika ada seorang anak memperlakukan wanita yang
dibawah kakinya Allah meletakan surga seperti itu.
Bagi
saya itu tidak masuk akal, Bukankah jelas dalam Al- Qur'an allah berfirman dalam surat Al-issra ayat 23 yang berbunyi sebagai
berikut :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنْ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.الإسراء 23-
24
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850].
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al Isra(17):24)
Astagfirullahhal Adzim
Terkadang dalam
pemahaman kita sering berselisih dengan orang tua kita. Merasa apa yang
dilakukan mereka tidak adil, merasa jika orang tua kita egois dan terlalu
memaksakan kehendaknya. Pernahkah kita berfikir, apapun yang kedua orang tua
kita lakukan semata-mata hanya untuk kebaikan kita. Terkadang mereka harus
menerima kemarahan kita, menerima kesalahpahaman kita. Tapi demi Allah mereka
tetaplah orang yang memberi kita kehidupan. Mungkin ini hanya sebuah teori,
yang anak kecil pun tahu, atau siapapun bisa berucap tentang hal seperti yang
saya tulis. Tapi hal yang terkadang sepele mungkin adalah hal yang paling
mendasar yang harus kita tahu. Saya pernah bertanya kepada ibunda saya. Saat
itu kami sedang berbicara di meja makan seperti biasanya.
“Boleh saya tahu apa yang paling bunda inginkan, saya
hanya ingin tahu..?” celetuk saya
Beliau menoleh sembari menyunggingkan senyuman yang
senantiasa meneduhkan. “Bunda, hanya ingin kamu selalu sehat, kamu tidak usah
berfikir tentang yang lain, hanya tetap disisi bunda…” jawabnya sembari
membelai pucuk kerudung saya.
Harapan mereka sesederhana itu, tidak berlebihan. Mereka
hanya menginginkan kesehatan kita, kebahagiaan yang menaungi kehidupan kita.
Meskipun ada sisi lain dari seorang ibu, saya tidak bisa menyamakan satu
diantara mereka, tapi yang saya yakini semua orang tua pasti mengharapkan yang
terbaik untuk anak-anak mereka sekalipun jalan yang harus mereka tempuh tidak
mudah. Sayapun tidak bisa menghakimi sesuatu ketika tidak tahu apa yang
sebenarnya terjadi.
***
Saya pernah mendengar curhat dari salah seorang teman
saya. Tentang sisi lain ibunya. Teman saya ini (maaf) dia tidak memiliki
seorang ayah karna ibundanya adalah seorang single mother. Beliau belum pernah
menikah begitulah yang dituturkan teman saya. Mungkin bisa dipahami maksudnya.
Dia melanjutkan ceritanya…” Saya tidak tahu harus senang atau sedih ketika
memiliki ibu seperti beliau. Bukan, bukan karena beliau tidak menyayangi saya,
bahkan ibu sangat mengasihi saya. Terlahir tanpa seorang ayah sudah cukup
membuat hidup saya terdesak. Malu bahkan ingin sekali lari dari kenyataan yang
membelenggu ini. Ibu selalu menguatkan hati saya, lantas berkata untuk tidak
menghiraukan perkataan orang-orang yang mengolok-olok saya dan ibu. Sebenarnya
saya menyimpan begitu banyak luka karna kesalahan yang dilakukannya. Kami
tinggal berdua di rumah sederhana. Bertahun-tahun saya bertanya tentang
pekerjaan yang ibu saya lakukan, tapi ibu hanya mengatakan ia bekerja sebagai
OB, dan kebetulan mendapatkan shift
malam. Beliau berangkat kerja sehabis isya lantas pulang pagi buta. Pertanyaan
saya terjawab setahun lalu, saya mengetahuinya secara tidak sengaja. Dalam
kesedihan, saya tahu ibu melakukan pekerjaan hina, menjual kehormatannya.
Padahal beliau selalu meminta saya menjaga kehormatan saya, memakai jilbab,
berpakaian yang sesuai syari’at islam. Tapi saya mendapati kenyataan pahit
tentang sosok yang tuhan nyatakan sebagai malaikat itu. Ibu menggadaikan
kehormatannya untuk menopang kehidupan kami. Bukankah ini terdengar begitu
menyedihkan. Selama ini saya tidak pernah bertanya sekalipun tentang siapa ayah
saya atau apapun yang mungkin akan menyakiti hati wanita yang telah melahirkan
saya, tapi saat itu berbeda, saya ingin ibu berhenti melakukan pekerjaan hina
itu. Saya memberanikan diri untuk bertanya,
tentang apa yang saya ketahui. Dengan air mata berurai, ibu menceritakan
semuanya kepada saya. Bahwasannya ibu hanyalah seorang ibu, Saat itu keadaan
kami benar-benar miskin dan saya masih kecil. Beberapa kali di usir dari
kontrakan satu ke kontrakan yang lain sampai saat itu saya terlalu sakit untuk
menahan lapar, dan ibu menjual kehormatannya untuk memberi saya makan. Saya
terdiam beberapa saat, rasanya dunia saya hancur mendengar penuturan beliau.
Secara tidak langsung apa yang ibu lakukan semata-mata untuk saya tapi itu
tidak bisa dibenarkan, agama jelas-jelas melarangnya, mengharamkannya. Apakah
tidak ada pilihan, bukankah setiap manusia mempunyai pilihan dalam hidupnya,
saya benar-benar tidak tahu. Tapi itu sisi lain dari seorang ibu, merekapun
tidak sempurna tapi seperti mereka yang selalu menerima anak-anaknya dengan
ikhlas, saya pun ingin menerima ibu dan pilihannya. Saya hanya memohon kepada
ibu untuk berhenti dari pekerjaan itu, saya tahu beliau pun tidak
menginginkannya. Betapa terhinanya beliau, saya tahu itu. Saya berusaha
memahaminya dan hanya memohon semoga ibunda segera kembali kejalan yang diridhoi
Allah, bertaubat dalam taubatan yang sebenar-benarnya. “ Tuturnya dengan air
mata yang deras mengalir
Allah Maha Pengampun Atas Semua Dosa
Seorang yang pernah melakukan dosa
seberapa pun besarnya , Allah SWT pasti
akan mengampuni dosa-dosanya, , selama dia mau bertaubat dengan dengan
sebenar-benarnya dan memenuhi syarat-syaratnya. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
Dari Abi Hamzah Anas bin Malik
Al-Anshari ra (pembantu Rasulullah SAW) berkata, “Sungguh Allah sangat
berbahagia atas permohonan taubat hamba-Nya, lebih berbahagia dari bahagianya
salah seorang kamu yang kehilangan untanya lalu menemukannya kembali.” (HR Bukhari Muslim).
Mendengar cerita dari
sahabat saya tentang sisi lain ibundanya, membuat saya termenung. Betapapun
ibunda tetaplah seseorang yang harus kita hormati, kasihi dan terima dengan
ikhlas. Setiap rencana Allah itu baik sekalipun jalannya berbelok dan kadang kita
harus berhenti sesaat untuk berfikir tentang jalan baru yang harus kita tapaki.
Demikianlah Artikel ini
saya buat, mungkin ada banyak kekurangan dalam penyampaiannya. Saya hanya ingin
kita bersama belajar untuk selalu menghormati kedua orang tua kita, mengasihi,
dan menerima mereka dengan sisi lain yang kita tidak tahu. Hanya kita harus
meyakini bahwasannya setiap yang mereka laukan hanya untuk kebahagiaan kita. Semoga Allah SWT
mengampuni dosa kita semua, baik yang nampak maupun yang tidak Nampak. Semoga
orang tua kita senantiasa dalam nanungan kasihNya. Amin Allahumma amin.
Wallau a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
“THE PERSPECTIVE OF BRITISH DIASPORA [ISLAM TANPA SYARI’AH – Ziauddin Sardar ]”
By : Unknown
“THE PERSPECTIVE OF BRITISH DIASPORA [ISLAM TANPA SYARI’AH – Ziauddin Sardar ]”
Oleh : sutihat rahayu suadhi
Oleh : sutihat rahayu suadhi
Islam Tanpa Syari’at [ Menggali Universitas Tradisi] Penulis Ziauddin Sardar Bersama;
PP. Muhammadiyah, NU.
British Counchil dan Muslim Institut Medan. [April, 2005]
Definisi Syariah
Secara etimologis,
kata as-syarî’ah mempunyai konotasi masyra‘ah al-mâ’ (sumber air minum). (Ibn
al-Manzhur, Lisân al-’Arab, I/175; Fayruz al-Abadi, al-Qâmûs al-Muhîth, I/6672;
Ar-Razi, Mukhtâr as-Shihâh, hlm. 294).
Dalam istilah syariah,
syarî‘ah berarti agama yang ditetapkan oleh Allah Swt. untuk
hamba-hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan yang beragam
(Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XVI/163). Karena itu,
syariah dan agama mempunyai konotasi yang sama. (Ibn al-Manzhur, Op.cit.,
XI/631), yaitu berbagai ketentuan dan hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt.
bagi hamba-hamba-Nya.
Dalam pengertian syar‘i, para ulama ushul
mendefinisikan syariah (syarî‘ah) sebagai perintah Asy-Syâri‘ (Pembuat hukum) yang berhubungan dengan
perbuatan-perbuatan hamba dan berkaitan dengan iqtidhâ‘ (ketetapan), takhyîr (pilihan),
atau wadh‘i (kondisi) (khithâb asy-Syâri‘ al-muta‘allaq bi af‘âl al-‘ibâd bi
al-iqtidhâ‘ aw al-takhyîr, aw al-wadl‘i (An-Nabhani, Asy-Syaksiyyah
al-Islâmiyyah, III/31. Lihat juga: Al-Amidi, Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm; Al-Amidi, Ibid., I/70-71; Asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 7).
Dari definisi di atas,
baik secara etimologis maupun terminologis syar‘î, tampak jelas bahwa
ruang lingkup syariah adalah seluruh ajaran Islam; baik yang berkaitan
dengan ubudiah, akhlak, makanan, pakaian, muamalat, maupun persanksian
(An-Nabhani, Nizhâm al-Islâm, hlm. 74; An-Nabhani, Mafâhîm Hizb at-Tahrîr,
hlm. 36).
[hal 39-41]
Dalam
Al-qur’an sendiri telah secara jelas dinyatakan bahwa; pertama, tidak ada
paksaan dalam agama. Anda secara absolut memiliki kebebasan dalam beragama.
Kedua, Anda telah memilih untuk percaya ataupun tidak percaya dan balasan untuk
hal bergantung pada Allah. Ini bukanlah sesutu yang dapat diputuskan oleh
manusia. Saya tidak dapat menyatakan bahwa iman anda sekarang ini lemah dan
karenanya saya akan menghukum anda ataupun saya tidak bisa menyatakan bahwa
anda telah berbohong kepada islam, kemarin anda menyatakan sebgai seorang
muslim dan hari ini anda mengingkarinya, maka saya akan menghukum anda. Hukuman
ataupun balasan terhadap keimanannya merupakan hal internal berada ditangan
tuhan, Dan sesungguhnya ini adalah yang diajarkan Al-qur’an kepada kita.
Sesungguhnya
ketentuan hukum syari’ah tentang kemurtadan terfomulasi baru pada masa periode
Abbasiyah ketika syari’ah diformulasikan. Disini unsur politik cukup memainkan
peran. Kesalahan pada negara dianggap sebagai kesalahan kepada agama karna
konsep sedagai kesatuan agama dan negara sesuai formulasi ulama pada saat itu. Ketika
seseorang mengakui perkembangannya terhadap negara maka ia di cap pula sebagai
pembangkang agama. Jadi negara memainkan peran untuk meminimalisasikan pemberontakan dengan memberikan cap murtad
kepada para pemberontak.
Namun
pada masa kini tidak ada hubungan semacam itu. Oleh karena itu pahala ataupun
hukuman merupakan otoritas tuhan. Karena kemurtadan tidak ada hubungannya
dengan negara. Namun lagi-lagi praktik seperti ini di Pakistan dan Nigeria,
banyak yang dituduh melakukan kemurtadan dan dihukum mati. Bagaimana persoalan
ini dilihat dari prespektif seseorang yang berada dilondon ? Hal ini tentu
menimbulkan citra seolah-olah islam merupakan agama bar-bar yang memiliki ketentuan bahwa anda
harus memaksa keimanan kepada seseorang dan jika ia tidak mau menerimanya atau
menentangnya dia harus dibunuh.
Disini
kita lihat masih dominannya ketentuan syari’ah di Masyarakat. Padahal secara
jelas ketentuan ini telah kehilangan konteksnya. Ketentuan-ketentuan seperti
Inilah yang kemudian membuat dan memproyeksikan presepsi yang sangat negatif
tentang islam. Bahkan sesungguhnya ketentuan ini telah meremehkan kemampuan
masyarakat secara keseluruhan karena jika anda tidak bisa melakukan pemikiran
kritis terhadap keimanan anda, maka berarti anda tidak dapat melakukan
pemikiran kritis terhadap hal lainnya. Padahal hal pertama yang dapat anda
kritisi adalah diri anda sendiri dan keimanan merupakan hal yang terdekat
dengan diri anda. Inilah mengapa, sampai tingkat tertentu, masyarakat muslim
menjadi mastyarakat yang sangat tertutup. Dan ide-ide tentang kritisme, kritik
diri, mempertanyakan kembali nilai-nilai yang dianut, kurang berkembang
dikalangan masyarakat muslim. Tentu hal ini tidak bisa disalahkan kepada ajaran
agama saja namun juga kepada faktor-faktor lainnya. Keseluruhan inilah yang
menerangkan mengapa masyarakat muslim terus mengalami kemunduran. Jadi, bagi
saya, Keseluruhan ide tentang kemurtadan, bagaimana syari’ah memandang
kemurtadan merupakan penyebab kejumudan cara berfikir generasi muslim. Hanya
dengan membuka kran kebebasan berfikirlah, kita akan mampu bergerak maju.
Contoh
lain adalah legalisasi syari’ah. Implementasi syari’ah itu umumnya direduksi
menjadi hanya terbatas pada ketentuan hukum hudud (Pidana). Seperti kasus
pemberlakukan hukum pidana islam di pakistan. Hukum pidana ini menempatkan
perempuan pada posisi yang sangat tidak menguntungkan. Kasus lain di Aljazair,
hukum Islam sering sekali menempatan perempuan pada posisi yang salah sehingga
mereka-mereka adalah kelompok yang paling mudah menerima hukuman. Karenanya,
legislasi ini meningkatkan agitasi kelompok-kelompok wanita. Padahal Al-Qur’an
itu sangat menjaga perempuan dari tindakan-tindakan yang merugikan.
Pada
dasarnya ada dua hal yang perlu ditegaskan dalam kerangka pengkajian ulang
syariah. Pertama, bahwa mayoritas ketentuan-ketentuan syariah merupakan hasil
pemikiran manusia dn dikontruksi pada periode awal islam. Dan mereka yang
mengkontruksi syariah, pada dasarnya berupaya untuk memahami Al-Qur’an, berupaya
untuk memahami sunnah. Mereka berupaya untuk menafsirkan hukum sesuai dengan
pemahaman mereka sendiri, sesuai dengan situasi yang melingkupinya. Dengan kata
lain mereka, mereka berusaha memberikan petunjuk bagi kehidupan muslim. Dan
saya pikir otoritas semacam itu tidak hanya hak monopoli generasi yang
mengkontruksi syari’ah itu. Muslim dimasa kini pun memiliki otoritas yang sama,
mereka harus lebih memahami lagi teks-teks keagamaan mereka, mereka harus
memahami kembali sunnah. Mereka harus menafsir ulang teks-teks suci sesuai
pemahaman mereka sendiri yang berbeda dengan pemahaman pada masa Abbasiyah,
sesuai dengan konteks mereka yang
tentunya b erbeda dengan konteks masa Abbasiyah. Muslim masa kini juga memiliki
hak untuk memformulasi ulang syariah.
Karena sesungguhnya setiap generasi Muslim memiliki hak otoritas yang
sama untuk melakukan penafsiran teks-teks keagamaan dan memformulasi syariah. [next day]
Secara umum, buku ini ingin
memberi gambaran, bahwa Islam yang ideal adalah 'Islam tanpa syariat'. Menurut Sardar, kaum Muslim gagal
melakukan ijtihad karena tiga "malapetaka metafisis". Pertama:
pengkultusan syariat sebagai sesuatu yang suci. Kedua: lenyapnya
semangat ijtihad di kalangan Muslim. Ketiga: penyamaan Islam dengan
negara. (Sardar, 2005: 15).
"Tentang Ketetapan Tuhan"
By : Unknown
"Tentang Ketetapan Tuhan"
oleh: sutihat rahayu suadhi
Iha Ginichi Koukii |
Saya menemui titik jenuh beberapa waktu lalu. Ketika saya kehilangan seseorang yang mengilhami saya tentang sebuah jalan baru yang harus saya tapaki. Saya paham betul diri saya dan segala kekuarangan yang ada disana. Hati saya kecil dan sering sekali putus asa, terkadang suka sekali mengeluh. Saya berfikir berulang-ulang, apa yang salah dengan diri saya. Ya, perlahan saya menemukan jawaban saya sendiri. Jawaban yang sebenarnya bisa saya jawab sendiri. Selama ini pemahaman saya kurang baik, pola pikir saya pun terkadang liar, terlalu banyak menyanyakan sesuatu yang saya tahu pasti jawabannya seperti apa.
Semisal saya lalai mengerjakan sholat karena terlalu lelah dengan rutinitas, akhirnya saya tertidur pulas. Lantas bangun sudah isya, sedangkan magrib saya belum menjalankan kewajiban yakni sholat maghrib. Saya mencari pembenaran, ya karena saya lelah dan itu manusiawi dan alasan-alasan lain yang membenarkan kelalaian saya. Tapi bukankah kewajiban tetap kewajiban yang harus kita jalankan. Lantas bagaimana dengan maghrib saya ? Apakah saya tinggalkan begitu saja. Saya termenung, tertunduk sebentar. Sedang berfikir-fikir. Apakah dosa? walaupun hanya Allah yang maha mengetahui segala sesuatunya tapi jelas saya tahu itu dosa. Ya, ini hanya contoh kecil, ketika lalai manusia selalu mencari pembenarannya sendiri padahal apa yang kita kerjakan adalah pilihan kita, kehendak kita.
Seperti halnya takdir baik dan takdir buruk. Saya pernah mendengar sebuah cerita dari seorang teman (akhwat) kebetulan beliau yang banyak memberikan saya pembelajaran. Pada suatu hari ada seorang yang mencuri, entah apa yang dia curi. Yang pasti orang itu dibawa ke kantor polisi untuk kemudian di sidang. Dalam sidang tersebut sang hakim bertanya kepada sang pencuri.."kenapa kamu mencuri..?. Dan kalian tahu apa yang pencuri itu katakan.."Saya mencuri sudah ada dalam lauhul mahfudz, ini sudah kehendak Allah.."paparnya. Awalnya saya juga heran mendengar cerita tentang pencuri itu. Apa iya mencuri adalah kehendak Allah? saya berfikir sejenak, lalu ia meminta saya mengemukakan pendapat tentang hal tersebut.
"Menurut saya pencuri itu pemikirannya keliru, atau barangkali dia mencari pembenaran atas hal buruk yang menimpanya. Ada segala sesuatu yang memang sudah jadi kehendak Allah dan kita harus menerimanya dengan keikhlasan sebagai sesuatu yang memang harus terjadi dan kita tidak bisa merubah itu. Tapi ada hal-hal yang dikehendaki oleh manusia, bukankah manusia itu punya pilihan dalam hidupnya. Dan ketika ia memilih untuk mencuri, bukankah itu dorongan dalam dirinmya dan juga ada kehendaknya sendiri dan itu pilihan yang dia kehendaki bukan. Saya tidak bertanya tentang alasan kenapa dia mencuri, saya yakin ada alasan yang juga saya tidak berhak berhak menghakiminya. Saya hanya berpendapat menurut apa yang saya anggap benar. Bahwasannya baik dan buruknya takdir seseorang yang telah ada dalam ketetapannya tidak lantas menyalahkan Tuhan. Sebenarnya lebih pada pemahaman kita tentang bagaimana memahami sesuatu dengan berkhusnudzon kepada Allah.
Dalil-dalil dari al-Qur-an tentang ketetapan Allah Azza wa Jalla
وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا
"…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku." [Al-Ahzab/33 :38]
Juga firman-Nya:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." [Al-Qamar/54 : 49]
Dan juga firman-Nya yang lain:
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ
"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu." [Al-Hijr/15 : 21]
Juga firman-Nya:
إِلَىٰ قَدَرٍ مَعْلُومٍ فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ
"Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan." [Al-Mursalaat/77 : 22-23]
Dan juga firman-Nya:
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
"…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." [Al-Furqaan/25 : 2]
Dan firman-Nya yang lain:
وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ
"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk." [Al-A’laa/87 : 3]
وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا
"…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku." [Al-Ahzab/33 :38]
Juga firman-Nya:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." [Al-Qamar/54 : 49]
Dan juga firman-Nya yang lain:
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ
"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu." [Al-Hijr/15 : 21]
Juga firman-Nya:
إِلَىٰ قَدَرٍ مَعْلُومٍ فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ
"Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan." [Al-Mursalaat/77 : 22-23]
Dan juga firman-Nya:
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
"…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." [Al-Furqaan/25 : 2]
Dan firman-Nya yang lain:
وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ
"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk." [Al-A’laa/87 : 3]
Dari firman Allah SWT dalam Al-Qur'an diatas, bahwasannya ketika Allah menakdirkan sesuatu atau menetapkan sesuatu pada hambanya, tentu sudah sesuai dengan ukuran-ukurannya. Sesuai dengan kemampuan makhluknya karna Dia adalah sebaik-baiknya yang menentukan. Kita harus senantiasa berbaik sangka kepada Allah dan meyakini bahwasannya Dia yang maha mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Saya juga pernah membaca disalah satu Page islami. Kalau tidak salah sebuah perumpamaan sederhana.
" Seorang mandor yang berada diatas bangunan gedung, lalu kuli bangunan yang berada dibawahnya sedang asik mengaduk-aduk bahan bangunan. Sang mandor ingin memanggil kuli itu. Agar si kuli melihat kearahnya, Pertama ia jatuhkan selembar uang 50.000, sang kuli masih asik dengan pekerjaannya, dan hanya mengambil uang tanpa menghiraukan dari mana uang itu berasal. kedua kalinya, sang mandor menjatuhkan selembar uang 100.000 dan kuli itu masih bersikap sama, hanya memungut uang seratus ribuan dan masih tak menengok keatas. Lalu yang ketiga kali, sang mandor melemparkan kerikil kecil pada kuli tersebut, baru si kuli menengok keatas."
Saya yakin pembaca lebih mengerti arti dari perumpamaan tersebut. Bahwasannya sebagai manusia terkadang kita tidak mendengar seruan Tuhan, terlalu asik dengan urusan duniawi dan melupakan kewajiban kita. Lalu hanya sebuah kerikil yang Tuhan lemparkan, untuk mengingatkan kita, agar kita berfikir sejenak, tentang pencipta kita. tentang tujuan kita diciptakan.
Dalam surat Al Imran, Allah berfirman:
"(Ingatlah) akan hari yang tiap-tiap orang akan menerima ganjaran amal baik yang telah tersedia. Dan amalan-amalan yang burukpun, inginlah dia (kiranya) di antara balasan amal buruknya itu dengan dirinya diantarai oleh masa yang jauh. Dan Allah memperingatkan kamu benar-benar akan dirNya. Dan Allah amatlah sayang kepada hamba-hambanya.(Qs Al- Imran :30)
Demikian manusia masa kini, teramat banyak melampaui batas. Oleh karena itu kita sebagai orang beriman harus meyakini bahwa musibah adalah atas Izin Allahsubhanahu wata’ala.
Di antaranya Allah subhanahu wata’ala beriman dalam AlQur’an;
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah".[Qs Al Hadid ayat 22 ]
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia (Allah) akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.[Qs; At Taghabun ayat 11]
"Katakanlah (Wahai Muhammad): “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”[Qs At Taubah ayat 51]
Artinya, bahwa semua musibah yang terjadi di muka bimi ini sudah ditetapkan (ditkadirkan ) oleh Allah subhanahu wata’ala. Segala ketetapan di sisi Allahsubhanahu wata’ala disebut Qadha, sudah ada tercantum di dalam Kitab Induk Lauhil Mahfudz. Namun ada takdir yang sekalipun ditetapkan oleh Allah, namun manusia punya kehendak atas apa yang terjadi (contoh seorang pencuri diatas). Manusia punya andil dalam menentukan pilihan baik dan buruk dalam kehidupannya.
Demikianlah Artikel ini saya buat, hanya untuk sekedar sharing pemikiran. Dan agar kita lebih memahami bahwasannya semua ketetapan Allah itu baik, sudah ada ukuran-ukuran (kadar) yang pas bagi setiap makhluknya. Karna Allah adalah sebaik-baiknya yang memberi ketetapan (menentukan).
Sekian bahasan, mudah-mudahan bermanfaat.
SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA, ASYHADU AN LAILAHA ILLA ANTA, ASTGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK.
"Tentang Jilbab yang saya pakai"
By : Unknown
"Tentang
Jilbab yang saya pakai"
oleh: sutihat rahayu suadhi
Iha Ginichi Koukii |
Sebagai Muslimah atau kaum hawa yang Beriman, perlu untuk kita diketahui bahwa kewajiban berpenampilan wajar (tidak berlebihan dan sederhana), juga menutup aurat adalah wajib bagi mereka sudah baligh.
Pernahkah
kalian berfikir mengapa seorag muslimah harus mengenakan jilbabnya untuk
menutupi auratnya. Apakah agar terliaht cantik, mungkin jika model jilbabnya
seperti trend saat ini yang di modif dengan seribu gaya. Sebenarnya soal trend tidak jadi masalah
selagi masih memenuhi syari’at yang diajarkan
dan masih berpedoman pada AL-qur’an. Saya tidak tahu mungkin ini hanya
pendapat saya, yang menurut sebagian orang mungkin saya termasuk orang yang
kuno, tidak update. Tapi tahukah kalian kenapa Allah melalui Al-qur’anul Karim,
menyuruh kaum ahwat menutup auratnya, karna Allah begitu memuliakan wanita.
Allah
berfirman dalam AL-QUR'AN;
"Wahai
Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta
perempuan-perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup
seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk
mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak
diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha
Mengasihani." (Surah Al-Ahzab, ayat 59)
"Dan
katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan
mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan
janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir
daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung
kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka
melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapak mertua mereka atau
anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau
anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara
mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka,
atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan
kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat
perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan
apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya." (Surah
An-Nur, ayat 31)
Saya sendiri
begitu mengagumi wanita yang dengan lantang menyerukan kebanggannya sebagai
seorang muslimah, Tahukah kalian ada perjuangan-perjuangan yang harus dilewati
untuk tetap mengenakan hal yang dianggapnya suci, kewajibannya. Ada hal-hal sulit yang harus mereka
pertahanankan yakni soal keyakinan mereka tentang firman tuhan, tentang segala
aturan yang mereka ta’ati semata-mata karna kepatuhan mereka kepada pencipta
mereka, Allah azza wajala.
Perjuangan
saya sekirannya tidak sebanding dengan mereka (akhwat) yang luar biasa dengan
segenap hatinya mempertahankan keyakinan mereka, apa yang mereka anggap benar,
apa yang disyariatkan islam melalui dalil-dalil Allah. Saya mendengar ini dari
seorang akhwat yang belum lama saya kenal, dia senior saya di kampus. Allah
mempertemukan saya dengan kebaikan melalui akhwat yang bagi saya luar biasa
memiliki pemahaman yang baik tentang penciptanya. Ini hanya sebagian dari
rencana baiknya untuk saya.
Dua tahun
lalu saya memutuskan untuk berpakaian syar’i, menutup aurat saya secara utuh.
Dulu saya hanya memakai kerudung yang kadang hanya diselempangkan walaupun
tidak dalam konotasi berpakaian yang tidak sesuai. Sekalipun memakai jeans, pakaian saya tidak
ketat dan masih dalam koridor berpakaian yang sopan. Saya terus berfikir ulang,
bahwasannya ada yang salah dalam diri saya, bahwasanya saya seorang wanita
muslim yang harus memahami kewajiban saya yakni menutup aurat dengan benar,
sesuai syari’at. Akhirnya saya memutuskan untuk menutupnya secara utuh, sesuai
yang diajarkan karena memang begitulah seharusnya. Islam adalah agama yang
benar, melalui Al-qur’an yang adalah sebagai pedoman hidup kita, disana petujuk
jalan kita untuk mencapai tujuan hidup yang sebenarnya.
Dalam
hadist pun diterangkan kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk menutup
aurat;
“Sesungguhnya sebilang ahli neraka adalah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya” (HR. Bukhari & Muslim)
“Sesungguhnya sebilang ahli neraka adalah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya” (HR. Bukhari & Muslim)
“ Bahwa Asma binti Abu Bakar telah telah menemui
Rasulullah dengan memakai pakaian yang tipis. Sabda Rasulullah “Wahai Asma!
Sesungguhnya seorang gadis yang telah berhaid tidak boleh baginya menzahirkan
anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah saja” (HR. Bukhari
& Muslim)
“Sesungguhnya wanita itu adalah
aurat, setiap kali mereka keluar, syeitan akan memperhatikannya.” (HR. Bazzar
& At- Tirmizi)
***
Tentang tujuan kita diciptakan ?"
"Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia tiada lain hanyalah untuk beribadah kepadaku (Qs.adz dzaariyaat(51):56)
Selanjutnya Ibnu Katsir berkata:”diantara ayat yang mendukung penafsiran tersebut adalah firmannya; Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban). Imam Syafi’i berkata; berkenaan dengan maksud ayat diatas .”Dibiarkan begitu saja tanpa diperintah maupun dilarang.” [ Qs Al Qiyammah 75:36]
Allah ta’ala berfirman dalam banyak tempat didalam Al-quran:
. Hai manusia, sembahlah Tuhan-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. [ Qs Al Baqarah (2):21 ]
Makna semacam inilah yang secara Qath’i dimaksudkan oleh ayat tersebut: yaitu sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan kaum muslimin dan dengannya mereka berhujjah. Ibnu Katsir berkata lagi mengenai ayat tersebut, “Ayat ini serupa dengan makna firmanNYA,
“ Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita’ati dengan seijin ¬Allah¬. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada ¬Allah¬, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati ¬Allah¬ Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. [Qs An-Nisa(4):64]
***
Tentang tujuan kita diciptakan ?"
"Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia tiada lain hanyalah untuk beribadah kepadaku (Qs.adz dzaariyaat(51):56)
Selanjutnya Ibnu Katsir berkata:”diantara ayat yang mendukung penafsiran tersebut adalah firmannya; Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban). Imam Syafi’i berkata; berkenaan dengan maksud ayat diatas .”Dibiarkan begitu saja tanpa diperintah maupun dilarang.” [ Qs Al Qiyammah 75:36]
Allah ta’ala berfirman dalam banyak tempat didalam Al-quran:
. Hai manusia, sembahlah Tuhan-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. [ Qs Al Baqarah (2):21 ]
Makna semacam inilah yang secara Qath’i dimaksudkan oleh ayat tersebut: yaitu sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan kaum muslimin dan dengannya mereka berhujjah. Ibnu Katsir berkata lagi mengenai ayat tersebut, “Ayat ini serupa dengan makna firmanNYA,
“ Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita’ati dengan seijin ¬Allah¬. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada ¬Allah¬, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati ¬Allah¬ Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. [Qs An-Nisa(4):64]
Manusia
diciptakan oleh Allah, melalui proses dalam kandungan sampai kelahirannya. Lalu
apa tujuan kita diciptakan di muka bumi ini, untuk apa ?”. Pertanyaan itu sudah
jelas terjawab oleh dalil diatas. Bahwasannya kita manusia diciptakan hanya
untuk beribadah kepadaNya, kepada Allah semata dengan perhambaan yang utuh. Tuhan
memberikan kita akal pikiran, tentu agar kita menjadi kaum yang berfikir.
Mungkin ini
yang sering jadi pertanyaan kita, “Apakah sama orang islam dan kaum muslim ..?”
saya punya jawaban sendiri atas apa yang saya perhatikan selama ini. Bahwasannya
tidak semua orang islam adalah seorang muslim, namun ketika mereka adalah
muslim sudah pasti beragama islam. Saya pernah membaca dari salah satu sumber. Ada
seorang ahli yang pernah berkata “ Diindonesia yang mayoritas adalah orang
islam, saya tidak menemukan muslim disini, sedangkan dieropa yang mayoritas
beragama selain islam tapi disana saya melihat muslim.” Begitu kurang lebih.
Saya sedikit paham dengan maksud perkataannya. Saya tidak akan membahas lanjut
tentang hal ini, saya yakin pembaca akan jauh lebih memahami maksudnya.
Dalam
realitas keislaman seorang muslimah, saya melihat fakta-fakta aneh. Ketika saya
mendengar banyak sekali yang berkata prihal “BerJilbab atau berhijab” dikaitkan
dengan akhlak seorang muslim. Semisal seperti ini ..” Buat apa berjilbab,
menutup aurat dengan serapat-rapatnya tetapi kelakukannya naudzubillah min
dzalik..??”. Itu sebuah pertanyaan klise yang sering sekali terlontar dari
mulut kita. Maaf saya hanya ingin berpendapat dalam pengetahuan saya tentang
hal tersebut. Begini, Menutup aurat adalah kewajiban seorang muslimah ketika ia
sudah baligh terdapat firman dan hadist tentang hal tersebut. Dan Akhlak
seseorang adalah prihal yang berbeda, ada aturan-aturan yang membahas hal
tersebut. Allah sudah membuatnya sedemikian detail dan sesuai dengan kadar yang
pas dengan peratran-peraturan didalam Al-qur’an dan As sunah. Ketika seseorang
menutup aurat atau menghijabkan diri semata-mata karna kewajibannya, karena
Allah SWT saya yakin prilakunya akan mengikuti niatnya. Sebuah bentuk
kepasrahan seorang muslimah, sebagai bentuk penghargaan dirinya dan
kehormatannya, sebagai bentuk kecintaannya pada sang pencipta itulah arti
berhijab menurut pandangan saya. Dan prihal seseorang yang mengotori jilbabnya
dengan akhlak yang membawa kumdhorotan, biarlah menjadi tanggung jawabnya
kepada Allah. Bukankan setiap perbuatan sudah ada hisabnya.
Tapi sekali
lagi hidup adalah pilihan, pilihan yang akan membawa kita pada jalan yang kita
kehendaki. Saat kita memilih jalan yang lurus, tentu kita akan bertindak sesuai
aturan dalam Al-qur’an. sekalipun jalan untuk tetap istiqomah tidak mudah,
karena dalam mencapai tujuan akan ada halanggan berupa godaan dan cobaan agar
kita mampu mengukur batas kesabaran kita sebagai seorang hamba. Seperti
memegang Bara api, sekalipun panas dan membuat tangan kita melepuh tapi
kesabaran kita yang akan terus membuat kita memegangnya dan tidak semua manusia
bisa melakukan hal tersebut.
Begitupun ketika kita memilih berbelok arah, tidak pada tujuan ketika kita diciptakan maka setiap pilihan akan ada konsekuensinya bukan.
Begitupun ketika kita memilih berbelok arah, tidak pada tujuan ketika kita diciptakan maka setiap pilihan akan ada konsekuensinya bukan.
Demikianlah
artikel ini saya buat, bukan untuk mencerca atau membekukan pandangan lain.
Tapi saya hanya ingin berbagi pemikiran, pemahaman yang saya anggap benar. Dan
sebagai bahan pembelajaran untuk saya. Bahwasannya setiap manusia mempunyai
pilihan dalam hidupnya, dan setiap pilihan memiliki konsekuensi yang harus kita
terima. Dan semoga kita tidak pernah lupa alasan kita diciptakan. Maaf jika ada
hal-hal yang kurang berkenan dalam penyampaiannya.
astagfirullah,
astagfirullah,
Astagfirullah hal Adzim, innallaha gofururrahim.
astagfirullah,
astagfirullah,
Astagfirullah hal Adzim, innallaha gofururrahim.
“Subhana
rabbika robbil’izzati ‘ama yasifun, walhamdulillahi robbil ‘alamin.