Popular Post

Posted by : Unknown Minggu, 23 Juni 2013



-Jalan Menuju Kota komatian-


 oleh : sutihat rahayu suadhi



Aku tidak tahu seperti apa aku. Dihadapan tuhanku, begitu rendah melangkah, tertunduk diatas keniscayaannya. Aku berjalan dalam hening malam dengan rapalan doa yang tak kunjung usai kubaca. Ya tuhanku, mungkin permintaan besar atau mungkin kecil. Bagaimanapun cinta itu tlah menyentuh hatiku, sulit bagiku keluar diantaranya. Apakah melepaskan adalah jalan yang terbaik untuk membekukan kekecewaan di hati yang sekeping ini. Tuhan, ini memang tidak seharusnya ku minta karna kau pasti memberiku yang terbaik. Tapi dalam sujudku dipenghabisan malam ini, aku mohon untuk bisa melupakan semuanya, semua tentang lelaki itu. Biarkan aku berjalan hanya dengan nafas yang kau berikan, dengan segala rasa yang mampu kuikhlaskan pada tempatnya. Aku tidak ingin menjadi sebutir debu dihati orang yang kucintai.


Ampuni aku 

-Flashback-

Kini aku benar-benar terombang-ambing dalam cinta yang kusederhanakan dalam sekeping rindu yang tak mampu diucapkan malam pada pagi. Hanya surat kecil yang kukirimkan pada tuhanku disetiap penghabisan malam melalui rapalan doa yang senantiasa terdengar lebih parau. Rasanya tangis itu terdengar lebih mengerikan dari malam kemarin. 



Rasa sakit itu sudah mendekapku ribuan hari sejak aku menjadi mati karenanya. Vonis sipembatas takdir mendekapku dalam lautan sunyi tak bertepi, dalam dunianya hanya ada segelintir cerita usang yang tak kunjung usai. Masih dengan rasa sakit yang mengerikan, masih dengan kota kematiannya. Wanita itu terus berjalan dalam lorong-lorong gelap dan tak bertepi. Langkah kecilnya diiringi tangis kesedihan yang dirapalkannya sepanjang perjalanan menuju kota kematian.


Dijalan itu aku menemui sesuatu bernama cinta. Dia adam yang kutemui dalam perjalanan menuju kota kematian. Langkahku berhenti sejenak tepat dikota dimana adam itu begitu dekat dengan tuhannya. Kudengar dia merapalkan kitab tuhannya, merdu terdengar ditelingaku. Aku berjalan menuju lelaki itu, lelaki dengan jubah putih yang berdiam di saung kecil disepanjang sungai yang mengalir dikota itu. Aku duduk disamping lelaki itu, sampai dia usai merapalkan doa untuk penciptanya. 

Lelaki itu mengatakan padaku sebuah nasihat kecil, yang diselipkan dalam senyuman khasnya. "Agama kita mengajarkan untuk kita kembali dalam keadaan suci ". Aku termenung-menung, mencerna setiap perkataannya bahwasannya aku sedang menuju kota kematianku dimana suara tak terdengar disana, angin tak berhembus diantaranya, dan aku tak bisa melihat apapun karna gelapnya kecuali amalanku pada tuhanku. Hatiku bergetar, perasaanku parau, otakku beku seketika lalu menangis sejadi-jadinya. 


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Iha Al-banna Manhaj - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -