Popular Post

Posted by : Unknown Kamis, 20 Juni 2013



 Audrey & Kaelan - Tentang Hujan

Iha Ginichi Kou Kii


HAL 27 

***
Gadis itu sedang menulis cerita terakhirnya, merangkai kata demi kata dengan perasaan yang tak tahu seperti apa. Bagaimana perasaan bahagia dan sedih bisa datang bersamaan ketika butiran bening dan seulas senyum tipis membentur dihatinya. 
 
Audrey-kaelan (tentang hujan) ; sutihat rahayu suadhi
Arka terus memperhatikan drey menulis dari ujung pintu kamar drey. Hatinya getir melihat gadis itu terus menulis dengan butiran bening yang mengambang dikelopak matanya. Arka tahu betul drey sebenarnya takut pada takdir yang menghimpit waktunya, seberapa keraspun drey berusaha menutupi kesedihannya tetap terlihat dimata sendu itu. Dan berapa keraspun ay mengabaikan perasaannya tetap tidak bisa, drey adalah setiap detik waktu yang berdetak dalam kehidupannya. Dalam hati lelaki sederhana itu terus saja bergumam lirih tentang drey yang mungkin akan segera pergi meninggalkannya. Tentang cinta sederhananya pada gadis yang hanya mencintai hujan dan kaelan. Drey mungkin tak pernah benar-benar mengabaikannya namun juga tak pernah melihatnya seperti drey melihat kaelan dengan mata yang berbinar-binar dan senyum tipisnya yang lembut. Didepan arka, drey selalu dalam naungan kesedihannya. 

Lamunan ay terpecah, Oleh suara parau drey yang kini ada dihadapannya dengan senyuman yang senantiasa drey berikan untuk ay. 

“mau berapa lama hanya berdiri disini...??”desis drey

“Sampai kau menyadari kehadiranku...” ay tersenyum menatap drey

“Masuk....!!” 

Diruangan kecil disamping kamar drey , yang biasa drey sebut “Ruang drey” karna memang disana hanya ada drey dan laptop tempat drey menghabiskan setiap detik dari waktunya untuk menulis , membekukan setiap rasa sakitnya pada tulisan-tulisan yang sangat indah bagi ay.

“Duduk ....”pinta drey

Diruangan berukuran 3x5 m , hanya ada sofa panjang berwarna biru . Laptop, vas yang berisi mawar-mawar kering, dan lukisan-lukisan abstrak yang menggantung disetiap sudut ruangan itu, itulah drey. 

Mata ay menerawang keseluruh ruangan itu, ia ingin mengingat semua yang ada diruangan itu, karna drey pasti menyukainya. Sampai ay melihat vas yang berisi mawar kering dan hanya ada satu tangkai yang masih mekar disana. Pasti setiap tangkai mawar yang kering adalah satu kebahagiaan drey yang kaelan berikan. Setiap tangkai itu adalah kerinduannya pada kay, dan setiap tangkai itu adalah waktu drey yang semakin terkikis. 

“Drey, apa kamu bahagia...??” gumam ayka

“Aku bahagia...”kata drey menyunggingkan senyum manisnya
“Sejak kapan kamu menjadi pembohong, sejak kapan kamu menjadi begitu bodoh..?”gertak ay dengan mata berkaca-kaca

“Sejak aku tahu waktuku tidak lama lagi, sejak aku tahu aku tak bisa menjadi egois...!!”
Ay menggeleng, mendengar perkataan drey, hatinya terasa pedih, pedih sekali. Ini untuk pertama kalinya drey mengatakan hal yang selalu disimpannya rapat-rapat selama bertahun-tahun. 

“Ay, aku takut ..!!” Aku takut tak bisa melihat hujan dimusim berikutnya, aku takut tak bisa menyelesaikan tulisanku, aku takut ketika aku bahkan tak bisa merindukan kaelan dan aku takut tentang cinta yang menyakiti hatimu karna aku hanyalah hujan bulan juni yang sudah harus pergi diujung hari ...”ucap drey lirih

“Kamu tahu drey, setiap kali hujan datang aku selalu meminta pada tuhan agar aku tetap bisa melihatmu tersenyum, seperti hujan bulan juni setiap tahunnya...”
Ayka menatap drey lekat, ada hal yang tak bisa ay katakan sekalipun ia ingin, sekalipun hatinya memberontak. “Drey tetaplah bertahan, seperti hari-hari sebelumnya, tahun-tahun sebelumnya..” gumam ay dalam hati tak melepaskan tatapannya pada drey. 

Drey hanya tersenyum simpul, dia tak ingin ay terus bertanya tentang rasa sakitnya. Setiap kali drey melihat kesedihan di mata lelaki yang tak pernah lelah menjaganya, menepikan segala perasaannya hanya untuk melihat senyum kecil menyungging dibibirnya, hati drey mengutuk.

“Mengapa aku tak bisa mencintai ay sekalipun dia seperti malaikat tanpa sayap yang tuhan kirimkan dalam kehidupanku, tidakkah ini mengerikan. Aku melewati setiap detik dalam hidupku untuk menunggu kay, sekalipun kay hanya hujan bulan juni yang selalu datang dan pergi lalu menyisakan kerinduan yang dalam. Tapi ay sekalipun sakit dia tetap tak bergeming menjalani hari-harinya untuk mencintai gadis yang menunggu kematiannya. “
***

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Iha Al-banna Manhaj - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -